[caption id="attachment_116" align="alignleft" width="300"] Ilustrasi[/caption]
JAKARTA. PT. Pertamina (Persero) memprediksi akan terjadi penurunan impor premium bila pertalite berhasil diluncurkan. Pasalnya, pertalite ini memiliki kualitas yang lebih baik dari premium dan akan dipilih oleh masyarakat. Hal ini disampaikan Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina Ahmad Bambang, Rabu (22/4).
Namun, ia belum bisa menyebut prosentase penurunan tersebut. Yang jelas, katanya, karena kapasitas kilang yang dimiliki Indonesia hanya mampu memenuhi 40% dari total premium yang ada. Sehingga, 60% atau setara dengan 10 juta barel per bulan harus diimpor.
Pertalite sendiri, sambungnya, merupakan bahan baku dari produk kilang yang tak bermanfaat. Dimana berupa naphtha dengan kadar Research Octane Number (RON) 70, dicampur High Octane Mogas Component (HOMC) RON 92. "Dengan adanya pertalite ini, impor kita pasti berkurang karena pertalite itu naphtha dan HOMC, naphtha akan dicampur dengan HOMC," jelasnya.
Dia menyadari HOMC yang akan dicampur kadar naphtha masih mengimpor dari luar negeri. Sebab, kilang Pertamina masih terbatas dalam menghasilkan HOMC. Pun demikian, impor HOMC tak sebanyak dengan impor premium. "Tapi HOMC akan naik, kita impor produk kalau ada. Tapi kalau tidak, kita impor sendiri dan menyiapkan saran untuk blending," katanya.
Dalam kesempatan itu, Bambang menyampaikan, peluncuran pertalite ini dilakukan di awal Mei, bukan tanggal 1 Mei. "Bukan tanggal 1, tapi awal Mei. Kami mencari hari Senin untuk diluncurkan," pungkasnya.
Sementara itu, anggota Komisi VII DPR Satya Widya Yudha menyarankan, agar ada kajian lebih mendalam soal pertalite ini. Pasalnya, ia khawatir pengadaan BBM RON 90 ini akan menambah impor minyak Indonesia.
"Harus dikaji lagi karena khawatir jika pertalite bisa menambah impor minyak Indonesia mengingat kilang dalam negeri belum bisa membuat RON 88 ke RON 90," jelasnya.
Politikus Golkar ini melanjutkan, meski Pertamina berkilah perubahan RON itu hanya dengan cara menambah zat adiktif saja, tapi penyesuaian teknis seperti pembaruan kilang harus tetap dilakukan. Dia berharap ada sosialisasi yang cukup terkait rencana peluncuran pertalite ini. "Jika tidak, tiba-tiba impor Indonesia naik," ujarnya.
Satya juga mengingatkan agar mekanisme harga tidak boleh dilepas dalam mekanisme pasar karena cenderung akan merugikan masyarakat. "Sesuai amanah konstitusi, negara harus mengendalikan kebutuhan pokok masyarakat. Itu kewajiban pokok negara," tutupnya. (Subakat)