[caption id="attachment_104" align="alignleft" width="383"] Ilustrasi[/caption]
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) memprediksi defisit transaksi neraca berjalan (current account deficit/CAD) akan melonjak di kuartal II ini. Sebab, naiknya kegiatan ekonomi pada kuartal ini berdampak pada kenaikan impor. Bahkan, BI memprediksi CAD menjadi defisit pada kuartal II tertinggi.
"Memang pola CAD kuartal I paling rendah karena aktivitas ekonomi di kuartal pertama biasanya masih lemah. Biasanya pada kuartal II aktivitas ekonominya lebih tinggi, makanya biasanya CAD-nya meningkat dibanding kuartal I," kata Deputi Gubernur BI Mirza Adityaswara.
Kendati demikian, menurutnya, nilai CAD di kuartal II akan lebih sedikit dibandingkan proyeksi BI di awal tahun. Pasalnya, belanja impor di kuartal II akan lebih kecil. "Saya tidak ingat angkanya. Tapi estimasi BI terkait CAD di kuartal II lebih baik dari perkiraan semula. Di bawah 3,5%," terangnya, Sabtu (13/6).
Mirza mengatakan, siklus defisit transaksi berjalan dari tahun ke tahun memang menunjukkan defisit tertinggi pada kuartal II dibanding kuartal lainnya. Defisit transaksi berjalan nantinya akan semakin mengecil lagi menuju kuartal IV. "Kuartal II biasanya agak tinggi dibanding kuartal III, dan kuartal IV juga agak turun. Polanya begitu," kata dia.
Sebagai informasi, pada kuartal I tahun lalu, BI mencatat defisit transaksi berjalan sebesar 1,92%. Kemudian angkanya meningkat menjadi 3,92% di kuartal II lalu mengecil di kuartal III dan IV dengan angka masing-masing 2,95 dan 2,58. Sedangkan pada kuartal I tahun ini, BI mencatat adanya defisit transaksi berjalan sebesar 1,8% dari PDB karena menurunnya defisit neraca perdagangan migas, sebesar USD 1,24 miliar.
Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil menerangkan, pemerintah memang tengah mewaspadai ancaman defisit neraca perdagangan selama tiga bulan ke depan. Pasalnya, akan ada belanja besar-besaran guna merealisasikan pembangunan infrastruktur pada kuartal II ini.
"Pasti akan terjadi (defisit). Karena kalau mau bangun infrastruktur kita perlu banyak impor barang modal," ujarnya.
Namun, ia menilai defisit yang terjadi merupakan defisit yang berkualitas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. "Dulu kan defisit kita besar karena impor BBM subsidi. Para pelaku pasar kan melihat kualitas defisit, bukan semata persoalan jumlahnya," jelas mantan menteri BUMN ini.
Tapi bukan berarti pemerintah akan terus mengandalkan barang impor. Sofyan mengatakan, pemerintah sangat komitmen untuk menyiapkan industri subsitusi impor guna mengurangi ketergantungan terhadap barang-barang dari luar negeri. Dia mengaku pemerintah akan terus mencoba meningkatkan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN).
"Contohnya boiler. Boiler yang 50 Mega Watt (MW)itu sekarang kan harus dari dalam negeri. Nah, nanti misalnya bisa dinaikkan menjadi 200 MW," kata dia.(renda Putri HS)