[caption id="attachment_142" align="alignleft" width="300"] Ilustrasi[/caption]
JAKARTA. Meski masih menuai pro dan kontra, rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) mulai dilirik oleh beberapa investor. Beberapa negara yang tertarik untuk membiayai antara lain seperti Rusia, Tiongkok, dan Prancis.
Bahkan, dikatakan Kepala Badan Tenaga Nuklir (Batan) Djarot Wisnubroto, Indonesia akan bekerja sama dengan Rusia dalam pembuatan nuklir ini. Namun, hingga saat ini belum diketahui seberapa besar nominal investasi tersebut. "Mengenai berapa nilai investasinya, saya belum bisa memastikan," ungkap Djarot, Selasa (16/6).
Program jangka panjang ini nantinya akan menyediakan kebutuhan listrik bagi bangsa Indonesia. Tak hanya itu. Djarot juga meyakini program ini dapat membantu pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa-masa yang akan datang. "Program PLTN ini saya yakin akan selaras dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini juga pernah terjadi pada Korsel ketika mulai membuat nuklir," kata dia.
Dia sendiri memaklumi banyak pihak yang memprotes dalam pembuatan nuklir ini. Hingga wacana ini menimbulkan opsi setuju dan tidak. Namun, ia percaya PLTN akan memberikan manfaat yang besar untuk ke depannya.
Kepala Bagian Humas Batan Eko Madi Parmanto mengatakan, Batan sebagai lembaga penelitian di bidang nuklir dianggap perlu untuk memberikan penjelasan terhadap berbagai hal yang dipersoalkan. Hal ini agar perdebatan terkait PLTN tidak kembali mengemuka.
"Penjelasan ini bertujuan mengedukasi masyarakat terhadap kondisi sumber energi kita dan mencari solusi terbaik agar krisis yang terjadi bisa segera diatasi," katanya.
Sebelumnya, mantan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro mengatakan, Indonesia belum membutuhkan PLTN. Karena itu, ia meminta pemerintah untuk meninjau ulang rencana pembangunan tersebut. Sebab, sesuai dengan Peraturan Pemerintah 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, pengembangan tenaga nuklir merupakan alternatif terakhir sehingga pemerintah harus mengedepankan energi terbarukan lainnya.
Bahkan, ia melanjutkan, pengembangan energi terbarukan oleh negara-negara di dunia saat ini justru lebih banyak berfokus pada pengembangan energi terbarukan yang berasal dari gas, energi matahari, serta energi panas bumi. Sementara untuk pemenuhan kebutuhan energi melalui pengembangan energi nuklir tidak banyak kemajuan, apalagi sangat terkait dengan situasi keamanan serta politik suatu negara.
"Dalam laporan The World Energy Outlook, memang pengembangan energi nuklir paling rendah terjadi di Chernobyl dan Jepang. Dan sekarang juga yang jadi isu global adalah di Iran. Karena memang untuk mengubah nuklir dari energi pembangkit listrik menjadi senjata itu sangat mudah," jelasnya.
Sementara, Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementrian ESDM Maritje Hutapea menerangkan, pihaknya telah merampungkan proposal pembangunan PLTN dengan kapasitas 5.000 Mega Watt (MW). Proposal atau buku putih ini tinggal menunggu paraf dari Presiden Jokowi. "Kami menunggu kepatuhan dari presiden, go or not go. Begitu presiden bilang go nuclear, kami sudah siap," tuturnya.
Ia mengakui proyek PLTN di Indonesia sendiri cukup menarik banyak investor dari dalam maupun luar negeri. Terdapat daerah-daerah di Indonesia dari kondisi geologi aman untuk dibangun proyek PLTN. Banyak pemerintah daerah juga yang meminta PLTN dibangun di wilayahnya.
"Sekarang ini ada banyak pemerintahan dari Kalimantan, Bangka terutama Jawa banyak minta. Investor banyak yang berasal dari Korea, Rusia. Saya sebulan saja di aneka energi, investor sudah ada tiga," katanya.
Meski sudah mendapat respons positif, Maritje bilang, pemerintah tak mau gegabah dalam mengembangkan energi nuklir. Lantaran masih ada pihak yang mengkhawatirkan keamanan energi tersebut. "Ada kekhawatiran mengenai safety. Masyarakat boleh saja khawatir tetapi jangan terlalu berlebihan. Semuanya bisa dipertanggungjawabkan," pungkasnya.(Subakat)