PEDOMAN BENGKULU. Pemerintah Kota Bengkulu kembali melakukan terbosan untuk meningkatkan pelayanan publik. Saat ini pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dapat dilakukan di tingkat Rukun Tetangga (RT).
Hal ini dilakukan guna menggenjot pendapatan dari sektor pajak. Dinas Pendapatan, Pengelolaan dan Aset (DPPKA) Kota Bengkulu mulai mempromosikan program baru tersebut dengan mensosialisasikan ke publik. Kedepan Ketua RT telah dapat menerima pembayaran PBB dari masyarakat.
Dalam kegiatan Sosialisasi PBB dan Pendistribusian SPPT Kota Bengkulu, Kepala DPPKA Kota Bengkulu, M Sofyan SE, menyampaikan bahwa terhitung hari ini maka PBB dan pendistribusian SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang) dapat langsung kepada Kekelurahan, RW dan RT. “Jadi besok Ketua RT bisa memungut langsung biaya PBB dari masyarkat," katanya.
Setelah dipungut oleh Ketua RT, lanjut Sofyan, dana PBB tersebut akan dipusatkan oleh Lurah dan selanjutnya diserahkan kepada Camat. Sofyan meyakini, mekanisme ini akan membuat akselerasi pembayaran PBB semakin meningkat.
"Tahun kemarin kita targetkan Rp 7 miliar namun teralisasi Rp 6,9 miliar. Pas kita cari sebabnya ternyata selama ini masyarakat nggak punya waktu untuk menyetorkan PBB itu ke Bank. Makanya sekarang kita libatkan camat, lurah, RW, dan RT," ujarnya.
Ia menjelaskan, Pemerintah Kota menyediakan insentif berupa honor bagi setiap Camat, Lurah, RW, dan RT yang mengumpulkan PBB. Besaran honor ini sangat tergantung kepada berapa jumlah dana PBB yang berhasil mereka himpun dari masyarakat.
"Untuk reward secara khusus mungkin belum sekarang. Yang jelas kita berikan honor dulu sesuai dengan prestasinya. Bagi mereka yang tidak mengumpulkan sesuai potensi, nanti statusnya akan dipertanyakan," imbuhnya.
Sementara Wakil Walikota Ir Patriana Sosialinda mengatakan, kegiatan sosialisasi sekaligus evaluasi pajak tersebut harus dilaksanakan secara rutin. Menurut dia, PBB merupakan salah satu sektor penting yang harus dioptimalkan.
"Perlu kita ketahui, PAD kita dalam satu tahun hanya 108 miliar. Sementara kebutuhan belanja kita mencapai Rp 1 triliun lebih. Artinya kita masih harus disubsidi pemerintah pusat hingga Rp 900 miliar. Tapi kalau sektor pajak ini bisa kita optimalkan, kita bisa mandiri," demikian Linda, sapaan akrabnya. (S. Alibsya)