[caption id="attachment_60406" align="aligncenter" width="640"] Para terdakwa bansos saat menjalani persidangan. [Foto Istimewa][/caption]BENGKULU, PB - Enam terdakwa kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial (bansos) APBD Kota Bengkulu 2013 dituntut ringan. Hukuman yang dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) hanya lah hukuman selama 1,6 tahun hingga 2,6 tahun penjara. Dari seluruh terdakwa, hanya mantan Kabag Kesra Setda Kota Suryawan Halusi yang diminta untuk membayar uang pengganti.
Fakta-fakta tersebut terungkap dalam sidang pengadilan dugaan tindak pidana korupsi dana bansos APBD Kota Bengkulu tahun 2013 yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Bengkulu, Selasa (6/10/2015).
Sidang yang dimulai pukul 15.00 WIB itu dipimpin Majelis Hakim Siti Insirah selaku Ketua, Jonner Manik dan Totok masing-masing selaku hakim anggota, sidang dibuka dan terbuka untuk umum dengan agenda pembacaan amar tuntutan JPU.
JPU Kejaksaan Negeri (Kejari) Bengkulu yang diwakili oleh Alex Hutauruk menengarai, terdakwa telah terbukti melanggar 3 Undang-Undang RI, Nomor 31 Tahun 1999 sebagai sudah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Pemberatasan Korupsi (Tipikor) Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP J0 pasal 64 ayat (1) KUHP.
"Terdakwa tidak mempedomani Peraturan Walikota tentang Tata Cara Penganggaran, Pelaksanaan dan Penatausahaan, Pertangungjawaban dan Pelaporan serta Monitoring dana bantuan Sosial, serta tidak memedomani Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang berasal dari APBD sebagaimana telah diubah dengan Permendagri Nomor 39 Tahun 2012 tentang perubahan atas Permendagri Nomor 32 Tahun 2011," kata Alex.
Setelah membacakan amar tuntutannya, Majelis Hakim menunda persidangan hingga Senin (12/10/2015) pekan depan, dengan agenda pembacaan pembelaan (pledoi) terdakwa.
Menanggapi hasil sidang tuntutan tersebut, Wakil Kordinator Institut of Social Justice (ISJ) Renda Putri mengatakan bahwa dasar dakwaan yang dikenakan JPU sangatlah lemah. "Yakinlah, para terdakwa berpeluang bebas", ungkapnya dengan raut senyum kepada Pedoman Bengkulu.
Ia menjelaskan bahwa dari tuntutan JPU ada pengganti kerugian negara sebesar Rp 776 Juta yang disangka kepada terdakwa Suryawan. "Dakwaan ini kan sudah dibantah oleh terdakwa dengan menunjukkan hasil audit investigasi (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Bengkulu yang menyatakan tidak adalagi kerugian negara," beber Renda.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa dasar tuntutan JPU yang didasarkan pada audit keuangan BPKP dan fakta persidangan tidak dapat digunakan sebagai alat bukti. "Alat bukti berupa surat dan kuitansi yang ditunjukkan JPU dipersidangan merupakan alat bukti yang digugurkan dalam sidang Praperadilan sebelumnya, sehingga kualitas pembuktiaannya tidak terjamin," katanya.
Renda memaparkan bahwa standar audit investigatif yang berlaku umum mesti memperhatikan praktik penagangan yang baik (accepted best practices), pengumpulan bukti-bukti dengan prinsip kehati-hatian (due care) sehingga bukti-bukti tadi dapat diterima dipengadilan. Memastikan seluruh dokumentasi dalam keadaan aman, terlindungi dan diindeks; dan jejak audit tersedia, serta terakhir para investigator wajib mengerti hak-hak asasi pegawai dan senantiasa menghormatinya.
"Kalau investigasi dilakukan dengan cara yang melanggar hak asasi pegawai, maka hasil investigasinya dipermasalahkan. Padahal, bukti-bukti yang sudah dikumpulkan dengan waktu dan biaya yang banyak, jadi sia-sia. Jadi, jika tidak ada kerugian negara maka hakim dapat memberikan putusan bebas," terang Renda sambil menyuruput teh hangatnya.
Untuk diketahui, para terdakwa bansos yang terdiri dari mantan Kesra Kota Suryawan Halusi, mantan Sekda Kota Yadi, mantan Kepala DPPKA Kota Syaferi Syarif, mantan Bendahara DPPKA Kota Satria Budi, mantan Kabag Kesra Setda Kota, Almizan dan mantan Bendahara Kesra Setda Kota Novriana telah mendekam dalam tahanan Lapas selama 9 bulan 17 hari. (Rudi Nurdiansyah)