JAKARTA, PB - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengakui banyak desakan penetapan status kabut asap menjadi bencana nasional. Namun, KLHK hingga saat ini belum mau menetapkan permintaan tersebut.Disampaikan oleh Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Raffles B. Panjaitan, upaya penanggulangan sudah dilakukan skala nasional.
"Jadi tidak berpengaruh status bencana nasional itu,," kata dia, di Jakarta, Senin (5/10).
Menurutnya, peningkatan status sebagai bencana nasional bermaksud menguntungkan pihak korporasi (perusahaan). Ia menjelaskan, jika statusnya berubah menjadi bencana nasional, nantinya seluruh tanggung jawab akan diambil alih oleh pemerintah.
Padahal, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut, beban biaya penanggulangan dan pemulihan kabut asap seharusnya menjadi tanggung jawab korporasi penyebab kebakaran.
Tak hanya itu, proses gugatan hukum terhadap korporasi kasus kabut asap yang sedang berjalan, otomatis akan gugur. Contoh, kata dia, kasus Lapindo. Setelah jadi bencana nasional, yang tanggung biayanya jadi pemerintah, perusahaannya bebas. "Maksudnya kira-kira apa desakan ini," kata dia.
Hal yang sama disampaiak oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi). LSM ini minta agar pemerintah berhati-hati sebelum menetapkan masalah kabut asap status bencana nasional.
"Ini dikhawatirkan menguntungkan korporasi karena ada upaya pengalihan tanggung jawab," ujar Manajer Kampanye Hutan dan Perkebunan Skala Besar Walhi Zenzi Suhadi.
Sebagaimana diketahui, santer terdengar desakan kepada pemerintah untuk segera menetapkan kabut asap menjadi bencana nasional. Salah satu desakan tersebut diutarakan oleh pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat.
"Kami sangat mendorong pemerintah segera menetapkan kabut asap jadi bencana nasional, karena saya melihat pemerintah kurang serius menangani kabut asap ini," ujar Wakil Ketua DPR Agus Hermanto.