BENGKULU, PB – Diskusi “Coffe Politik” dengan tema Benang Merah Pasca Praperadilan Walikota dan Kondisi Kota Bengkulu dihadiri puluhan insan pers, mahasiswa dan Lembaga Swadaya Masyarakat, yang aktif mengikuti kasus dugaan korupsi dana Bantuan Sosial (Bansos), Rabu (7/10).
(Baca; Elektison Somi: Memangnya Kejari Benar?)
Salahuddin Yahya Humas Kota Bengkulu menilai bahwa peran media cenderung tidak berimbang dalam pemberitaan kasus Bansos tersebut.
"Media yang memperparah kasus Bansos (tahun 2012 dan 2013)," jelasnya.
Ia menyampaikan bahwa selama ini pemerintah siap dikritik dari media, termasuk dari RMOL Bengkulu, namun yang disayangkan ruang pembelaan untuk pemerintah diberi ruang yang sama.
“Silahkan tuntut kami, berikan kami kesempatan untuk membela," katanya dengan tangan terbuka.
Saat Pengadilan Negeri (PN) Kota Bengkulu memenangkan Praperadilan Walikota Helmi Hasan, media masih memberikan pemberitaan yang menyudutkan.
"Ini artinya Pemerintah di delegitimasi, ini bahaya, karena hasil demokrasi yang memilih Helmi Hasan dan Patriana Sosialinda sebagai Kepala Daerah Bengkulu merupakan hasil konstitusi yang sah," terangnya.
Karena itu, ia berharap media tidak membuat kusut informasi melainkan membantu memberikan pencerahan kepada masyarakat, sehingga wilayah masalah yang gelap dapat terang. "Media jangan memperparah," katanya.
Perkataan Salahuddin tersebut disambut tawa peserta diskusi karena salah seroang panelis menimpali, “termasuk RMOL Bengkulu kan?," sahut Humizar dengan canda.
(Baca; Humizar: JPU Kalah Karena Terburu-buru)
“Iya, termasuk RMOL Bengkulu,” jawab Salahudin diikuti gelak tawa.
Menanggapi hal itu, Direktur RMOL Bengkulu Rahimandani menyampaikan permintaan maaf karena media ini baru berdiri selama 7 bulan. “Inilah yang akan menjadi bahan evaluasi kami,” katanya.
Diskusi yang diselenggarakan di Kedai Nusantara, Sawah Lebar itu berlangsung selama dua jam dan berakhir pukul 22.00 WIB. (Laiman Akhiri)