BENGKULU, PB – Calon Gubernur Sultan B. Najamudin memberikan pandangannya terkait dengan Refflesia sebagai identitas daerah Bengkulu. Menurutnya bahwa simbol Bengkulu sebagai Bumi Refflesia merupakan warisan penjajah, Kamis (15/10).
"Identitas yang ada menggambarkan bagaimana penjajahan di Bengkulu terus-menerus dilestarikan," katanya.
Penggunaan identitas Refflesia Arnoldi menurutnya memiliki kelemahan historis (sejarah). Selain penggunaan identitas ini yang baru ditemukan 1818, identitas ini juga diperkenalakan oleh penjajah yakni Dr. Joseph Arnold dan Thomas Stamford Raffles.
"Terburuk adalah Bengkulu menyanjungkan pihak Inggris, atas nama Bumi Raflesia, yang menjadi simbol Bengkulu, padahal Inggris tidak memberikan kontribusi apapun untuk Bengkulu, seperti mengirimkan banyak turis dan hal baik lainnya," ketusnya.
Sultan yang sedang mengikuti acara Kunjungan Kerja dan Dialog Pembangunan Wagub Bengkulu dengan seluruh perangkat pemerintah Kota Bengkulu, di kantor Bapeda Kota Bengkulu, Bentiring, menyampaikan kekecewaannya atas identitas lokal tersebut.
“Saya akan ubah nama Bengkulu, dari Bumi Raflesia menjadi kalau gak Bumi Merah Putih, Bumi Fatmawati. Saya pastikan itu!” tegas Sultan kepada Pedoman Bengkulu.
Lanjutnya, penggunaan identitas nasional tentu akan menumbuhkan sejarah yang baik dan baik bagi semangat nasionalisme. Ia menilai bahwa setiap negara selalu identitas dengan bendera (flag), dan Bengkulu memiliki sejarahnya.
Seluruh dunia melihat negara dan kota itu melalui simbol, bendera, dan karakternya. Ia juga mengkritisi simbol Patung Kuda yang berada di Simpang Lima di pusat Kota Bengkulu.
“Tidak ada maknanya. Sudah patung kudanya, kerdil pula kan. Coba amati (apakah itu) simbol kepada kemajuan? simbol kemajuan tidak dengan patung kuda kecil begitu, kalau patung kuda yang raksasa boleh mungkin, ya. Ini hal sepele tapi penting,” katanya.
Ia berharap perubahan identittas tersebut mendapat dukungan seluruh masyarakat dan tokoh-tokoh penting yang ada di Bengkulu. “Tapi tentu dengan diskusi yang mendalam, dengan izin para tokoh-tokoh,” tutup Sultan. (Laiman Akhiri)