[caption id="attachment_8529" align="alignleft" width="300"] Ilustrasi Kompasiana[/caption]
HARI kelahiran adalah mahkota kebahagiaan manusia. Air wajah bahagia akan memancar tatkala hari miladnya dirayakan bersama-sama. Ini merupakan ikatan emosional yang disebut Donald Wolters sebagai ‘perasaan kolektif’ yang selalu pekah pada komunitasnya.
Jika sebuah kota merayakan hari jadinya, apakah ekspresi kebahagian yang sama terpancar ditengah masyarakat. Ini sebuah tanda tanya besar, apakah masyarakat bahagia ditengah perayaan milad Provinsi Bengkulu ke-47 pada hari ini, 18 November.
Soal kebahagiaan ini dapat diukur. Indeks Kebahagiaan (Index of Happiness) adalah salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur kesejahteraan berdasarkan tingkat kebahagiaan masyarakat melalui skala 0-100. Semakin tinggi skalanya maka semakin bahagia masyarakatnya.
Indeks kebahagiaan ditentukan oleh tingkat kesehatan, pendidikan, pekerjaan, pendapatan rumah tangga, keharmonisan keluarga, ketersediaan waktu luang, hubungan sosial, kondisi rumah dan aset, keadaan lingkungan dan kondisi keamanan.
Berdasarkan data yang dilansir BPS pada awal tahun 2015, terdapat tiga provinsi dengan indeks kebahagiaan tertinggi, yakni Riau dengan indeks 72,42; Maluku 72,12 dan Kalimantan Timur 71,45. Sementara Provinsi Bengkulu hanya berada dipapan tengah dengan indeks 67,43, ini artinya bahwa tingkat kebahagiaan warganya masih jauh dari harapan.
Kebahagiaan ini tidak bisa diraih dengan instan, sebab indeks pendidikan kita terpuruk dengan skala 56,36. Mereka yang memiliki pendidikan rendah tidak bahagia. Perubahannya makan waktu.
Kondisi ini terbukti dengan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) yang menyebutkan angkatan kerja kita yang tidak mengecap sekolah sebanyak 23,6 persen, tamat Sekolah Dasar 23, 9 persen. Ini artinya pekerja kita didominasi oleh tamatan SD dan rata-rata tidak bahagia.
Kehidupan desa yang disebut tentram ternyata tidak membahagiakan. Indeks kebahagiaan di desa hanya 65,61 dan di kota mencapai 71,53. Ini terjadi karena masyarakat miskin dominan di pedesaan yang mencapai 63 persen dari 357 ribu jiwa penduduk mikin Provinsi Bengkulu pada tahun 2014.
Jika ditilik dari sektor pendapatan maka masyarakat kehilangan akses kebahagiaan. Bukan saja petani di desa-desa yang menderita kerugian akibat jatuhnya harga komiditas ekspor, tetapi juga para pekerja di perkotaan yang hanya menikmati Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 1,5 juta rupiah per bulan.
Dengan pendapatan 1,8 juta rupiah, indeks kebahagiaan yang diperoleh hanya 65,50. Sementara mereka yang bisa bahagia memiliki pendapatan 4,8 juta rupiah per bulan dengan indeks kebahagiaan mencapai 76,48. Jadi, dengan UMP yang teramat rendah maka kemampuan masyarakat memperoleh akses pengetahuan, hiburan dan rekreasi seperti tergantung di atas langit.
Pemerintah mungkin punya dalil bahwa pembangunan sedang berjalan, tetapi dosa perencana pembangunan di berbagai tempat karena sering menjadi pemuja angka. Pemerintah terlalu tergiur dengan angka pertumbuhan tetapi melupakan realitas kehidupanrakyat yang terpapar miskin.
Bagaimana mungkin kita merayakan hari jadi dengan melupakan mereka yang sengsara. Kepekaan kita diuji sebagai manusia yang hidup dalam satu tanah air, yang terikat dengan perasaan kolektif sebagai bangsa. Kita merayakan hari jadi karena adanya harapan dimasa depan bahwa pemerintah baru kelak bisa mendengar. Selamat Hari Ulang Tahun Provinsi Bengkulu ke-47.