Mimpi berawal dari seorang guru yang mempercayaimu, yang menarik, mendorong, membawamu ke dataran tinggi, kadang ia menusukmu dengan tombak tajam bernama, “Kebenaran.”
Tanggal 25 November adalah hari istimewa bagi para guru. Berbagai carapun dilakoni untuk memperingatinya, diantaranya murid membacakan puisi untuk gurunya, dengan memberikan bunga dan dilaksanakannya upacara bagi PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia). Tentu, harapan yang jamak diharapkan oleh pahlawan generasi ini. Di hari guru nasional inilah pengabdian mereka diakui, prestasi mereka dirayakan dan keberadaan mereka lebih diperhatikan. Ironisnya, sebagai sosok yang digurui dan ditiru, kehidupan para guru masih banyak yang jauh dari layak. Tidak heran, peningkatan kesejahteraan adalah isu klasik yang terus berulang sepanjang masa. Bahkan tahun ini, puluhan ribu guru honorer turun ke jalan menuntut perhatian pemerintah atas status dan kesejahteraan mereka. Sempat mendapat angin segar karena dijanjikan diangkat sebagai pegawai negeri sipil (PNS), para pahlawan tanpa tanda jasa itu harus menelan pil pahit. Pasalnya, rencana perubahan status tersebut terancam batal karena pemerintah tidak menyelipkan anggaran pengangkatan guru honorer menjadi PNS di dalam APBN.
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang menaungi semua guru di Tanah Air pun terus memperjuangkan kesejahteraan rekan sejawat mereka. Sementara itu, tidak ada kata istirahat bagi para guru mendidik dan mencerdaskan generasi penerus bangsa. Apalagi Presiden Joko Widodo berpesan, tanggung jawab menyiapkan anak muda Indonesia agar mampu bersaing dengan bangsa lain ada di pundak guru. Namun, jika kita telisik lebih jauh, sudah sampai mana kesejahteraan seorang guru dalam kesehariannya sebagai seorang pendidik? masing-masing kita bisa mengamati disekeliling kita karena itu bukan hal yang tabu. Satu contoh kehidupan seorang guru yang patut untuk dijadikan cambuk betapa jauhnya kesejahteraan bagi seorang guru. Di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, seorang guru nekat bekerja menjadi tukang pecah batu koral. Setiap jam sekolah usai, Mahendra Putra (38) bergegas pergi ke sungai untuk memecahkan batu koral. Pekerjaan ini dilakoninya karena gaji sebagai guru honorer masih jauh dari cukup. Sehari-hari, ayah dari dua anak ini mengajar di SDN Salamrojo 1, Kecamatan Berbek, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Dari sekolah, Hendra hanya mendapat bayaran Rp. 530.000 per bulan, jauh dari upah minimun kabupaten/kota (UMK) di Nganjuk yaitu Rp. 1,4 juta. Sedangkan dari pekerjaan memecah batu, dia hanya mengantongi Rp. 30.000 untuk setiap kubik batu yang dihasilkan."Tetapi, uang tersebut cukup lumayan untuk tambahan uang belanja di rumah," ujar Hendra. Pria yang sudah 12 tahun menjadi guru honorer tersebut berharap pemerintah lebih serius meningkatkan kesejahteraan guru. Perhatian itu, kata Hendra, tidak hanya difokuskan kepada guru yang berstatus PNS, tetapi juga pada puluhan ribu guru lain yang masih berstatus honorer."Sebab dengan gaji yang sangat minim di luar tugas mendidik generasi penerus bangsa, kami masih harus pontang-panting mencari tambahan penghasilan demi menyambung hidup," tukasnya. itu adalah sekelumit kisah dari berjuta guru yang dapat kita lihat. Guru adalah orang tua kedua setelah orang tua dirumah, guru adalah penyelamat generasi. guru dapat mencetak generasi yang baik, ditangan guru berperan strategis untuk menyelamatkan generasi.
Guru Penyelamat Generasi
Peradaban Islam menjadi mercusuar peradaban dunia mandiri, kuat, besar dan terdepan hal ini telah terukir dalam sejarah peradaban Islam mampu melahirkan generasi berkualitas. Tetapi pada faktanya sekarang, generasi sekarang jauh dari harapan Islam. Dimana pergaulan bebas, tawuran, miras, putus sekolah, hidup tanpa arah dan hal ini telah menjakit ibarat penyakit menular yang terus berkembang. bahwa potret buram itu bukan hanya berbagai kenakalan remaja saja, tetapi juga terjadi pada dunia pendidikan Indonesia. Dimana biaya pendidikan yang mahal, terjadi kapitalisasi/swastanisasi instansi-instansi pendidikan, kualitas hasil pendidikan rendah, tujuan pendidikan lebih banyak berorientasi pada pencapaian materi, adanya kebijakan-kebijakan yang menimbulkan kesenjangan (sertifikasi guru, BHP, BHMN, MBS) dan diperparah dengan sering berganti-gantinya kurikulum. Semua masalah potret buram yang terjadi pada anak didik dan dunia pendidikan sekarang ini berakar kapitalisme-sekuler.
Dari sistem kapitalisme itulah menimbulkan gaya hidup hidonistik, liberalistik dan materistik dimana hal ini merupakan warisan kolonial penjajah yang ingin dipertahankan untuk melanggengkan hegemoninya di negeri-negeri muslim termasuk di Indonesia. Buramnya dunia pendidikan yang dialami oleh bangsa Indonesia tidak lain juga karena adanya intervensi asing dalam penentuan kebijakan terkait system pendidikan di Indonesia. Pentingnya peran guru dalam mengembalikan peradaban Islam dalam mencetak generasi berkualitas. Apapun kondisi pendidikan saat ini, butuh adanya perubahan, dan itu bisa dimulai dari sisi peran fungsional seorang guru.
Guru bisa menjadi guru yang hebat sehingga melahirkan generasi yang hebat pula. Syaratnya guru tersebut punya 4 “ah”, yaitu himmah (bersungguh-sungguh dan pantang menyerah), amanah (jujur, taat dan bertanggungjawab), jama’ah (bergabung dalam komunitas yang sama-sama peduli dengan perubahan) dan kafa’ah (mampu dalam bidangnya dan mampu membentuk kepribadian islam siswanya). Generasi yang cemerlang dan berkepribadian tentu suatu hal yang didambakan oleh setiap bangsa. Karena ditangan generasilah estafet pembangunan akan diteruskan. Namun kenyataan berbicara bahwa bangsa ini masih menyimpan banyak sekali permasalahan yang menerpa generasi muda. Mulai masalah kecurangan saat ujian, kekerasan dan kriminalitas, serta seks bebas masih mewarnai dunia generasi muda. Sehingga kita dihadapkan pada dilema, disatu sisi kita berharap dapat terlahir generasi yang cemerlang, namun disisi lain kita dihadapkan pada generasi sekarang yang sangat jauh dari kualitas cemerlang, untuk mendapatkan kepemimpinan pengganti yang lebih baik dari yang ada sekarang yang mampu memimpin bangsa, tidak mudah kita dapatkan saat ini. Oleh karena itu pentingnya peran guru bagi terbentuknya generasi kepemimpinan yang berkualitas dan shohih.
Dalam dunia pendidikan saat ini akan sulit didapatkan pendidikan yang berkualitas dan murah, sarana dan prasarana yang tidak merata, serta kualitas dan kesejahteraan pendidik yang tidak merata, ditambah dengan keadaan generasi kita saat ini yang sangat menyukai budaya instan, kurang peduli dan tidak menghargai orangtua, melakukan sesuatu dengan orientasi materi/uang, maniak hiburan (musik & film), temperamental, perilaku asusila & kriminal, dan jauh dari islam. Fakta-fakta inilah yang kemudian menjadi PR bagi para pendidik untuk dapat mengatasinya melalui pendidikan yang berkualitas yang diberikan di sekolah. Contoh contoh generasi gemilang terdahulu saat Khilafah berjaya seperti muhammad Al fatih sang pembebas konstatinopel (Turki) yang memiliki kualitas yang sangat luar biasa, seorang ahli perang, menguasai tujuh bahasa, memiliki etos kerja dan semangat yang sangat tinggi, serta tingkat ketaqwaan yang tinggi. Selain Al Fatih ada banyak generasi cemerlang yang juga dihasilkan pada masa keemasan Khilafah seperti Al Khawarizmi penemu angka nol, Al Farabi penemu nada (do re mi), Ibnu Firnas penemu aerodinamik (prinsip peswat terbang), Ibnu Sina sebagai bapak ilmu kedokteran dan Ibnu Haitam penemu bidang fisika dan alat optik. “Bagaimana para generasi gemilang ini bisa memiliki kecerdasan spritual dan intelektual yang berkualitas?” Mereka di didik dengan sistem pendidikan Islam yang berkualitas yang mampu membentuk manusia yang berkarakter yaitu : 1. mereka memiliki syaksiyah islam yang bagus (berpola pikir dan berpola sikap islam); 2. bertsaqofah islam; 3. mereka menguasai ilmu-ilmu kehidupan seperti sains dan teknologi; dan 4. memiliki ilmu kehidupan keterampilan yang memadai. ”Oleh karena itu untuk mencetak generasi berkualitas tersebut ditentukan oleh optimalisasi peran pendidik yang melakukan proses pendidikan, pengarahan, pembinaan, & keteladanan terhadap para siswanya melalui pendidikan islami dengan menerapkan sistem pendidikan islami secara menyeluruh. Adanya pendidikan yang melahirkan generasi berkualitas, dengan meningkatkan kualitas guru sebagai pendidik yang berbasis aqidah Islam sehingga memiliki kepribadian Islam yang amanah, Kafa’ah/Profesional dan himmah (etos kerja), senantiasa mengaitkan ilmu yang diajarkan dengan islam. Guru merupakan posisi yang mulia, mampu mengembalikan generasi untuk memahami hakikat keberadaannya sebagai hamba Allah SWT, menjadi suri tauladan bagi generasi dalam berpikir dan berbuat dengan landasan aqidah Islam, serta mampu menyadarkan generasi dan masyarakat bahwa untuk memujudkan negara yang mandiri, kuat dan terdepan adalah dengan peradaban islam dalam wadah pemerintahan Khilafah Islamiyah.