BENGKULU, PB -Saat ini, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) mendorong dilakukannya revisi terhadap Undang-undang No 4 tahun 1997 (UU No 4/ 1997) untuk melindungi penyandang disabilitas. Namun, KPI menilai bahwa regulasi tersebut belum dapat menjamin sepenuhnya hak-hak mendasar dai penyadang disabilitas.
Undang-undang tersebut belum mengatur tentang pelindungi hak penyandang disabilitas seperti hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi, bebas dari eksploitasi,kekerasan, dan perlakuan semena-mena, hak atas pendidikan yang diselenggarakan secara inklusif, termasuk kebutuhan untuk mendapatkan pendidikan seksual.
Presedium Nasional Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Maulani Rotinsulu mengatakan tidak adanya pendidikan seksual yang diberikan kepada perempuan penyandang disabilitas menyebabkan mereka rentan menjadi objek pelecehan seksual.
"Tidak ada pendidikan seksual maka akan menjadi bencana bagi penyandang disabilitas," kata Maulani yang juga ketua himpunan disabilitas dalam dialog publik negara dan jaminan perlindungan buat Disabilitas, Kamis (5/11).
Maulani mencontohkan pada penyandang tuna netra, memiliki persepsi untuk tubuh sendiri tapi tidak dengan tubuh orang diluar dirinya.
Sehingga jika dari keluarga tidak memberikan pendidikan seksual, mereka tidak bisa membedakan antara sentuhan biasa dan sentuhan seksual.
"Dalam undang-undang perkawinan saha tidak berlaku adil terhadap perempuan penyandang disabilitas, ada pasal yang memperbolehkan perempuan disabilitas diceraikan atau dipoligami," katanya.
Maulani mengatakan peran negara sangat dibutuhkan untuk melindungi penyandang disabilitas. Salah satunya mellaui reguliasi yang memperkuat omplementasi keadilan dan perlindungan hukum dalam RUU penyandang disabilitas.
"Selama ini perlindungan bagi penyandang disabilitas masih kurang, termasuk layanan publik seperti fasilitas gedung yang tidak bisa diakses penyandang disabilitas," katanya.
Sementara itu sekretaris wilayah KPI Provinsi Bengkulu Irna Riza Yuliastuti mengatakan tujuan dialog ini untuk membuka ruang komunikasi antara legislator, pemerintah, KPI dan penyandang disabilitas.
"Dialog ini membuka aksi solidaritas sesama perempua khususnya untuk perlindungan penyandang disabilitas dan pemerintah dan legislator, agar memahami persoalan kelompok kepentingan yang selama ini kurang mendapatkan perhatian," pungkasnya. [MS]