JAKARTA, PB - Aksi Menteri Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) Sudirman Said yang melaporkan dugaan pencatutan nama Presiden dan Wapres untuk jatah saham PT Freeport mendapat tanggapan berbeda dari masyarakat Papua.
Aktivis muda asal Papua, Arkilaus Baho mengatakan tindakan Sudirman Said yang melaporkan Ketua DPR RI Setya Novanto ke Mahkama Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI sebagai tindakan yang licik.
"Sudirman Said ingin tutup kejahatanya yang ijinkan eksport bahan mentah PT. Freeport, padahal hal itu bertentangan dengan UU Minerba (Nomor 4 Tahun 2009). Pemerintah sebelumnya sudah melarang ekspor bahan mentah pertambangan," tegas Arki saat dihubungi Pedoman Bengkulu, Jumat (27/11/2015).
Dia (Sudriman Said) pakai jualan penyadapan suara demi mengalihkan kemunafikannya menurut Arki. Lebih lanjut ia mengatakan sebagian rakyat Indonesia juga terkecoh dengan ulah sang menteri yang langgar Undang-undang.
(Baca juga: Setya Novanto Dinilai Tidak Bersalah)
Operasi Freeport ilegal
Saat dikonfirmasi tentang apa tanggapan soal kontrak PT. Freeport yang diam-diam diperpanjang Sudirman Said, Arkilaus Baho mengatakan sejak tahun 2010 sudah seharusnya perusahaan asal AS itu berhenti.
"Pasca berlakunya UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009, maka seluruh pertambangan tidak mengirim bahan mentah lagi tetapi harus melalui proses pemurnian di dalam negeri terlebih dahulu. Maka sejak itulah, Freeport sudah berhenti operasi," bebernya.
Selama ini pemurnian emas yang dilakukan oleh perusahaan itu di dalam negeri hanya 30 persen di Gresik. Operasi Freeport di pegunungan Tembagapura, Papua sudah illegal menurut Undang-undang.
"Perusahaan itu hanya boleh beriperasi bila ada pembangunan smelter baru sesuai perjanjian kontrak karya (KK) hingga tahun 2021. Namun pemerintah merendahkan diri sendiri dengan memperpanjang eksport Freeport per 6 bulan, sampai pada tahun 2015 ini," ketusnya.
Arki menilai tidak tegasnya Pemerintah Indonesia merupakan bentuk perlindugan perusahaan Freeport untuk melanggengkan penjarah kekayaan alam Papua selama 48 tahun.
"Sudirman Said (Menteri ESDM) yang mengijinkan eksport bahan mentah Freeport adalah bagian dari cara pandang Pemerintah Indonesia yang menilai integrasi Papua kedalam NKRI hanya sebagai ladang bisnis ekonomi semata," paparnya dengan nada sedih.
Terkait dengan adanya isu kontrak PT. Freeport yang baru akan dibahas pada 2019 oleh Presiden RI Joko Widodo, ia mengatakan hal itu bukanlah jaminan. Sebab, menurutnya, kontrak PT. Freeport sudah direnegosiasikan paska UU Minerba berlaku.
"Perubahan dari Kontrak Karya (KK) PT. Freeport menjadi Ijin Pertambangan Khusus (IPK) hanya merupakan skenario saja untuk memperpanjang kontrak perusahaan itu yang telah jatuh tempo pada tahun 2019 nanti. Perubahan hanya ikut maunya Freeport saja," ungkapnya.
Freeport harus hengkang
Sementara itu, Arki juga menegaskan bahwa selama 48 tahun PT Freeport Indonesia beroperasi dan berbisnis, tidak ada hal baik untuk bumi Papua dan Indonesia.
Selama ini negara kehilangan kendali serta pengawasan penuh untuk pengelolaan tambang Grassberg di pegunungan Tembagapura dengan hanya dapat bagian 1 % saja.
Ia menegaskan pemerintah harus segera putuskan Kontrak Karya dengan PT Freeport Indonesia dan angkat kaki dari bumi Papua.
“Tidak ada renegosiasi ulang terhadap KK PT. Freeport. Pemerintah harus segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap aset recovery, pelanggaran HAM dan demokrasi serta perbaikan lingkungan,” tegasnya.
Ia juga berharap dalam proses pengelolaan tambang emas terbesar di dunia itu perlu melibatkan BUMN dan BUMD, asal orientasinya untuk kesejahteraan Rakyat Papua khususnya dan Indonesia umumnya.
“Kami hanya akan mendukung langkah Presiden Joko Widodo jika berani mengambil alih perusahaan Freeport tersebut,” tegasnya. [RPHS]