[caption id="attachment_9523" align="alignleft" width="208"] Salamauddin Daeng, pengamat ekonomi AEPI[/caption]
JAKARTA, PB - Perpanjangan ijin PT. Freeport yang dilakukan secara diam-diam oleh Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) RI, Sudirman Said mendapat kritikan keras dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng.
"Negara Indonesia dianggap bubar oleh menteri ESDM Sudirman Said. Kebijakan melalui MoU dengan Freeport telah mencampakkan dan mengalahkan UUD 1945, UU & Peraturan Perundangan lainnya," kata penulis buku Makro Ekonomi Minus itu di Jakarta, Selasa (02/12/2015).
Ia mempersoalkan mengenai Memorandum of Understanding (MoU) antara pemerintah dengan perusahaan asal Amerika Serikat tersebut yang dijadikan landasan hukum untuk melanjutkan eksport hasil tambang. Sementara UU No 4 tahun 2009 tentang Minerba, justru dicampakkan.
"Jelas sekali pranata hukum sudah dibolak balik dan dilecehkan si menteri (Sudirman Said). Padahal berdasarkan UU Minerba PT Freeport harus membangun pabrik pengolahan (smelter) paling lambat 1 Januari 2014. Jika tidak, maka perusahaan tidak boleh lagi melakukan ekspor," ketusnya.
Bunyi dari Pasal 170 UU No 4 tahun 2009 tentang Minerba menegaskan pemegang kontrak karya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 (Undang-undang yang sam-red) yang sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (1) selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pemerintah mengatakan bahwa MoU menjadi landasan hukum beroperasinya Freeport termasuk dalam melanjutkan ekspor bahan mentah tambang. MOU akan menjadi acuan bagi peraturan perundangan yang diperlukan dalam keberlanjutan PT Freeport.
Ia mempertanyaankan bagaimana mungkin MoU seorang menteri dengan pihak swasta bisa mengalahkan Peraturan Pemerintah (PP), Undang-undang dan banhkan UUD?
"Kekayaan tambang Papua yang saat ini dikelola oleh Freeport bukan harta milik pribadi Presiden Jokowi & Menteri Sudirman Said, sehingga dengan seenak perutnya diobaral melalui MOU," jelas pria yang sering disapa Daeng itu.
Jika begini caranya mengelola negara, alangkah enaknya pejabat menteri. Untuk memperkaya diri pribadi, keluarga dan partai, cukup dengan membuat MoU tentang penyerahan kekayaan alam Indonesia kepada swasta dan asing.
"Ini akan jadi preseden buruk yang akan dapat diikuti oleh pejabat daerah jika ini didiamkan. Bahkan, para pakar hukum harus mengubah seluruh teori hukum, jika MoU yg tidak ada dalam pranata hukum dijadikan sebagai landasan menyelenggrakan negara".
Sebelumnya, ia juga merilis pernyataan yang sama. Bahwa melalui Kementerian ESDM, Pemerintah telah memberikan perlakuan istimewa kepada perusaahan AS, Freeport.
"Pemerintah tahu Freeport melanggar UU Minerba namun dibiarkan. Pemerintah tidak mampu memaksa Freeport untuk taat pada UU minerba teraebut," jelas Salamuddin saat diskusi bertema 'Menggali Freeport, Diantara Kepentingan Asing dan Kedaulatan Indonesia' yang digelar di Warung Komando, Tebet, Jakarta.
Seperti diketahui, UU dan bahkan kontrak karya itu sendiri yang mewajibkan 3 hal: Pertama, Freeport harus melakukan pengolahan di dalam negeri dan tidak lagi mengeksport bahan mentah. Kedua, Freeport harus melakukan divestasi saham kepada pemerintah, yakni BUMN dan BUMD.
"Divestasi saham Freeport harus dilakukan secara langsung bukan melalui IPO. Dan divestasi juga bukan untuk Menko Polhukam Luhut Panjaitan, Wapres Jusuf Kalla atau Ketua DPR Setya Novanto. Terakhir, Kontrak Freeport harus di renegosiasi mengingat sudah berakhir," beber Daeng.
Namun yang dilakukan pemerintahan Jokowi telah berlawanan dengan amanat konstitusi, Undang-undang Minerba. "Mereka memunculkan berbagai argumentasi bahwa jika mengatur sesuai dengan UU Minerba maka para investor akan kabur lah dan lain sebagainya. Sejak awal pemerintah tidak punya niat yang benar.," demikian Daeng. [RPHS]
#