BENGKULU, PB- Kedatangan Sultan Bachtiar Najamuddin ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Bengkulu Senini (28/12) kemarin mendapat reaksi keras dari tim pemenangan Ridwan Mukti-Rohidin Mersyah. Usin Sembiring menyebutkan tuntan pembatalan kemenangan itu tidak berdasar.
Praktisi Hukum itu menilai keputusan DKPP yang akan dijadikan rujukan untuk membatalkan kemenangan bukan merupakan alat pembuktian, terlebih lagi hanya mengandalkan salinan putusan DKPP terkait dengan standar aturan penyelenggara pemilu.
"Tidak memiliki dasarnya begini, keputusan DKPP itu bukan putusan tindakan money politic tapi pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu secara internal sehingga putusan itu tidak mengikat bagi calon. Keputusan itu hanya mengikat pada terlapor selaku teradu," kata Usin kepada Pedoman Bengkulu, Selasa (29/12).
Lanjutnya, norma pasal 71 ayat 1 dan 2 dalam Undang-undang (UU) Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur dan Bupati/Walikota tidak bisa dikaitkan dengan keputusan DKPP karena DKPP bukanlah lembaga peradilan yang sah menurut regulasi kehakiman.
"Putusan DKPP nomor 45 itu bukan putusan persidangan yang diatur dalam sistem peradilan. Sebab dalam sistem peradilan itu ada hakim sedangkan ketua dan anggota DKPP bukanlah hakim, dalam irah-irahnya lembaga peradilan selalu ada kalimat 'Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" yang bernaung dibawah Peradilan Tata Usaha Negara, Pidana, Perdata, Peradilan Niaga dan peradilan konstitusi, kemudian sidangnya dipimpin oleh seorang hakim. Itu bisa dibaca pada putusan," terangnya.
Pada intinya sambungnya, putusan peradilan dan DKPP itu berbeda. DKPP adalah rapat Pleno bukan persidangan hakim, makanya di akhir putusannya ada tertulis 'Demikianlah Hasil Rapat Pleno' bukan hasil dari sidang peradilan, artinya itu sudah tidak masuk pada norma pasal 73 ayat 1 dan 2 UU Nomor 8 Tahun 2015.
Usin mengingatkan keputusan DKPP jangan diseret-seret dan dipaksa seolah-olah sebagai lembaga peradilan. DKPP itu bukan peradilan, jangan ditafsirkan dan diseret ke ranah abu-abu hukum ini harus jelas. Maksud Pasal 73 ayat 1 dan 2 adalah lembaga pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
"Maka hakim yang mengadili harus ditunjuk oleh UU kehakiman. Sekarang pertanyaannya apakah Jimy Assidiki disumpah dengan UU kehakiman ? tidak mereka disumpah atas nama jabatan DKPP bukan UU kehakiman. Jadi jelas itu kompetensi absolut dari peradilan pidana adalah Pengadilan Negeri (PN) setempat,"
Sejauh ini menurut praktisi hukum tersebut, tidak ada sanksi pidana terkait dengan money politik tersebut. Silahkan di cek ada atau tidak Ahmad Ahyan itu menerima money politik yang diputus pengadilan Negeri Bengkulu? atau ada tidaknya pidana atas tim kampanye atau kandidatnya? jawabnnya tidak ada.
Data terhimpun, Sultan-Mujiono bersama tim pemenangan tidak hanya mendatangi KPU Provinsi Bengkulu untuk mendesak diskualifikasi terhadap pasangan Ridwan Mukti-Rohidin Mersyah. Terlihat sultan juga mendatangi Bawaslu Provinsi Bengkulu, DPRD Provinsi Bengkulu, KPU Kota dan Panwas kota Bengkulu. [MS]