Sticky

FALSE

Page Nav

HIDE

GRID

GRID_STYLE

Hover

TRUE

Hover Effects

TRUE

Berita Terkini

latest

Hilmar Farid; Dari Panggung Seni ke Panggung Politik

Hilmar Farid jadi Dirjend Kebudayaan

Mengenal Sosok Dirjen Kebudayaan Baru

Dikalangan aktifis gerakan sosial nama Hilmar Farid dikenal sebagai aktifis seniman. Ia tidak hanya tertarik pada karya rupa, tetapi juga pada karya sastra bernuansa politik. Ketertarikannya itu yang membuat ia cukup dikenal sebagai seniman politik.

Dalam berbagai karya dan pandangannya, ia seringkali melontarkan kirtikan di masa-masa kolonialisme dan juga era orde baru. Bahkan, dalam karya-karyanya di Media Kerja Budaya, sejak lama ia telah memahami hubungan erat antara ruang kebudayaan dan ruang politik. Lahirnya lembaga kebudayaan menunjukkan bahwa eksistensi kebudayaan selalu ditopang oleh eksistensi politik.

Hilmar mulai menaruh minat pada studi pendidikan atas pemahamnnya akan sejarah. Ia menilai kurikulum pendidikan tidak memadai untuk memahami pengetahuan sejarah. Karena itu, pada tahun 2006, ia bersama Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Sejarah, menginisiasi program program pendidikan sejarah dengan menerbitkan Jurnal Pendidikan Sejarah. AGSI sudah memulai untuk merumuskan materi penting dalam pelajaran sejarah tingkat SMA.

Besarnya minat dan perannya atas pendidikan, membuat dirinya terjun ke gelanggang politik. Sejak 2010, Hilmar tidak lagi menjadi seniman dibalik layar, tetapi tampil sebagai figur politisi hingga pada saat ini ia dilantik menjadi Direkturat Jenderal Kebudayaan yang baru.

Hari ini, Sabtu (02/01), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melantik Hilmar Farid dan menggantikan Kacung Marijan sebagai Dirjen Kebudayaan sebelumnya, yang telah 4,5 tahun menjabat. Uniknya, jabatan sebagai Dirjend itu biasanya dipegang oleh mereka yang berlatarbelakang Pegawai Negeri Sipil (PNS). Sementara Hilmar Farid hanyalah seorang aktivis.

Pria yang lahir di Jerman Barat pada 8 Maret 1968 ini memang dikenal sebagai aktivis kebudayaan sejak lama. Bahkan ia sempat bersama-sama dengan Widji Thukul, Moelyono, Linda Christanti, Raharjo Waluyo Jati dan Semsar Siahaan pada tahun 1996 mendirikan sebuah organisasi kebudayaan bernama Jaringan Kerja Kebudayaan Rakyat (JAKER).

Selain aktif menjadi aktivis, Hilmar yang akrab disapa Bung Fay ini juga dikenal sebagai sejarawan. Pengagum Pramoedya A Toer ini juga tercatat sebagai pengajar di Institut Kesenian Jakarta dan sering menjadi keynote spreaker masalah kebudayaan.

Dicatat dalam laman prbadinya, sebagian Fay muda menghabiskan masa remajanya di dunia otomotif, bermain basket, bermusik dan membantu ayahnya, Agus Setiadi untuk  menerjemahkan buku cerita anak karya Enid Blyton dan Astrid Lingdren.

Aktifitas terakhirnya ini pula nampaknya yang menghantarkan jebolan Fakultas Sastra Universitas Indonesia ini mencintai dunia kebudayaan. Dia pun sempat bersama dengan aktivis anti Orde Baru menerbitkan bacaan cetak berkala Media Kerja Budaya.

Di tahun 2002, ia mendirikan dan memimpin Institut Sejarah Sosial Indonesia hingga 2007 dan saat ini bertindak sebagai ketua dewan pembina organisasi nirlaba tersebut sambil menjadi ketua Perkumpulan Praxis sejak 2012.

Sebagai sejarawan dan pengkaji kebudayaan, ia aktif di Asian Regional Exchange for New Alternatives (ARENA) dan di Inter- Asia Cultural Studies Society sebagai editor. Tulisannya tentang sejarah, seni, kebudayaan, film, politik, buruh, dan lainnya tersebar di berbagai terbitan jurnal, majalah, koran dan buku.

Pada Maret 2012, ia dan bersama rekan-rekannya membentuk Relawan Penggerak Jakarta Baru (RPJB) yang bertujuan mensosialisasikan Pilkada Jakarta 2012 tanpa keterlibatan uang, dan mendukung serta mengkampanyekan figur yang layak dipilih dalam pilkada tersebut.

Pada Maret 2014, Peraih gelar doktor di bidang kajian budaya di National University of Singapore ini menjadi ketua panitia simposium nasional bertajuk “Jalan Kemandirian Bangsa”. Kerjanya bersama sejumlah pakar tersebut tak lain untuk merumuskan semacam “GBHN” bagi pemerintahan Joko Widodo yang saat itu baru saja diumumkan akan maju dalam Pilpres 2014.

Per April 2015, Bung Fay mendapatkan amanah untuk menjadi komisaris salah satu BUMN, PT Krakatau Steel. Dan saat ini, ia dilantik menjadi Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Republik Indonesia.

Selamat Bekerja Kawan Fay.... [IC]