[caption id="attachment_11462" align="alignleft" width="300"] IST/aksi anti-rokok[/caption]
JAKARTA, PB - Belum lama ini Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan hasil surveinya bahwa jumlah perokok di Indonesia bisa tembus 90 juta orang pada tahun 2025 atau setara 45 persen dari populasi. Dengan asumsi tersebut, Indonesia bisa menjadi surga perokok di dunia.
Saat ini, Indonesia telah masuk dalam nominasi 10 negara surga perokok versi WHO tersebut. Kebanyakan penduduk di negara-negara Baltic menjadi pencandu rokok berat, seperti Serbia 2.861 batang per kepala/tahun, Bulgaria 2.822 batang per kepala/tahun, Yunani 2.795 batang per kepala/tahun, Rusia 2.768 batang per kepala/tahun, Ukraina 2.401 batang per kepala/tahun, Bosnia 2.278 batang per kepala/tahun.
Lalu, Belarusia 2.266 batang per kepala/tahun, Republik Ceko 2.125 batang per kepala/tahun, Korea Selatan 1.958 batang per kepala/tahun, Kazakstan 1.934 batang per kepala/tahun dan Indonesia 1.085 per kepala/tahun.
Disebut sumber kemiskinan
Dari data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan penduduk miskin melonjak naik pada penghujung tahun 2015 lalu, dengan besaran 11,13 persen atau setara 28,51 juta jiwa. Jumlah kemiskinan nasional naik bila dibandingkan tahun 2014, yang sebesar 27,73 juta.
Kenaikan jumlah penduduk miskin yang mencapai 780 ribu jiwa tersebut disebabkan oleh rokok. Di daerah perkotaan, rokok menjadi komoditas belanja penduduk terbesar kedua sebesar 8,08 persen sementara di pedesaan sebesar 7,68 persen sesudah komiditas bahan pokok.
Rokok disebut sebagai biang keladi. Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla beberapa waktu lalu mseperti dilansir viva. "Miskin itu kalau tingkat pengeluarannya orang lebih tinggi daripada pendapatannya. Nah, otomatis rokok itu menimbulkan suatu pengeluaran yang tidak perlu sebenarnya," ujarnya.
Dalam praktiknya, pemerintah mengklaim telah melakukan upaya serius untuk penanganan ini. Salah satunya adalah dengan menekan konsumsi rokok lewat menaikkan cukai rokok. Dengan harapan akan ada penurunan jumlah pembelian di tingkat masyarakat.
Tak cuma itu, sejak tahun 2014 juga berlaku rokok bergambar seram di Indonesia. Meski telat, namun pemerintah meyakini rokok bersampul menakutkan ini akan menekan jumlah perokok baru yang datang dari usai dini.
Industri rokok protes
Industri tembakau di Indonesia menyumbang sekira Rp150 triliun per tahun dalam bentuk pajak dan cukai. Dan setidaknya ada enam juta lapangan kerja yang bergantung dari sektor ini.
Untuk tahun 2016, target cukai yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp139 triliun atau naik sebesar 18 persen. Namun Gabungan Perserikatan Perusahaan Rokok Indonesia (Gapprindo) meminta pemerintah melihat realisasi yang ada saat mematok kenaikan cukai rokok.
Pasalnya, belum tercapainya target hasil tembakau (HT) pada kuartal ketiga tahun ini merupakan indikator melemahnya daya beli masyarakat dan menurunnya produksi rokok. Gapprindo mencatat, pada kuartal ketiga tahun ini produksi rokok minus sebesar 4,78 persen dibanding tahun lalu. Dengan begitu, dalam satu tahun tren produksi rokok menurun sebesar 0,29 persen.
Sebelumnya, tekait dengan melemahnya pasar tembakau, perusahaan rokok banyak yang telah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). PT HM Sampoerna misalnya telah memPHK 4.900 karyawan pada tahun lalu. [RPHS]