BENGKULU, PB - Pejabat Gubernur Bengkulu Suhajar Diantoro mengatakan Undang-undang (UU) Nomor 23 tahun 2014 banyak salah difahami oleh bupati dan walikota. Hal inilah yang akhirnya mengundang penolakan dari para kepala daerah tingkat II tersebut terhadap UU ini.
Baca juga: Suhajar Ajak Besarkan BPD dan Nasib Pertambangan Ditangan Pemprov
Untuk diketahui, UU Nomor 23/2014 ini tentang pemerintah daerah ini berkaitan dengan rencana pengalihan penanganan sektor perkebunan, kehutanan dan pertambangan yang nantinya menjadi kewenangan provinsi. UU ini sendiri akan mulai diterapkan pada Oktober 2016 mendatang.
"Proses pengalihan ini banyak dianggap melemahkan otonomi daerah, padahal tidak begitu tujuannya," kata Suhajar.
Dia menerangkan dalam praksisnya nanti, Pemprov hanya berhak dalam pemberian izin. Namun, pajak pendapatannya nanti tetap menjadi milik kabupaten/kota yang bersangkutan. Dia mengatakan diterbitkannya regulasi ini lantaran saat ini beban para Bupati/Walikota sangat berat terkait perizinan tersebut.
"Ini kan sama dengan kewenangan membangun SMA (Sekolah Menengah Atas) yang sekarang diserahkan ke Pemprov. Karena pemerintah menganggap beban yang dipikul oleh para bupati ini sudah sangat berat saat ini," jelasnya.
Sebagai informasi, UU ini mendapatkan penolakan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Kota se Indonesia lantaran dianggap akan bertentangan dengan konsep otonomi daerah. Mereka pun menganggap akan kehilangan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) bila UU ini diterapkan.
"Sehingga dalam bahasa lain, pemprov ini hanya membantu saja. Tapi nanti setelah perizinannya diterbitkan, pendapatannya tetap masuk ke kabupaten/kota," jelasnya. [IC]