Oleh Nining Tri Satria, S.Si
Tepat 14 Januari 2016 terjadi tragedi teror bom bunuh diri di Sarinah-Jakarta, korban pun berjatuhan. Korban luka-luka hingga tewas. Tahukah kita, tepat di hari dan tanggal yang sama, deadline terakhir divestasi kontrak Freeport, Jusuf Kalla (JK) menjadi saksi di persidangan Jero Wacik (Mantan Menteri ESDM) dan tertangkapnya anggota DPR dari PDIP oleh KPK. Tapi, semua isu dan kabar berita mengenai hal itu tertutup rapat oleh tragedi teror bom Sarinah.
Jakarta nampaknya tengah menghadapi ancaman teror yang serius, setelah ledakan bom mengguncang sekitar kawasan Sarinah, Tamrin Jakarta Pusat pada Kamis 14 Januari 2016 sekitar pukul 10.47. Ledakan yang terjadi di pos polisi Sarinah itu membuat warga kawatir akan keselamatannya, lantaran disamping adanya ledakan bom juga sempat terjadi baku tembak antara aparat kepolisian dengan yang diduga pelaku pemboman. Informasi terbaru pihak Kepolisian Daerah Metro Jaya menyebut total ada 33 orang korban dalam aksi teror di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat. Dari 33 orang tersebut, 19 di antaranya masih dirawat di rumah sakit . 19 Orang tersebut dirawat di 6 rumah sakit yang berbeda. Di RS Abdi Waluyo dirawat 6 korban yang terdiri dari 1 anggota polisi di ruang ICU, 1 WN Jerman, 1 WN Austria dan 3 orang sipil WNI, Sementara itu, di RS Cipto Mangunkusumo, Salemba, Jakpus ada dua orang yang masih dirawat, di antaranya anggota Polri yang masih berada di ruang ICU. Di RSPAD Gatot Subroto ada 9 korban, terdiri dari 2 anggota Polri, 1 WN Belanda, 1 WN Aljazair dan 5 WNI warga sipil. Sedangkan di RS MMC Kuningan tinggal satu korban yang masih dirawat. Kemudian, satu anggota Polri dirawat di RS Tarakan dan satu korban dirawat di RS Medika Permata Hijau Kebon Jeruk satu korban masih dirawat. Di RSPAD Gatot Subroto ada 9 korban, terdiri dari 2 anggota Polri, 1 WN Belanda, 1 WN Aljazair dan 5 WNI warga sipil. Sedangkan di RS MMC Kuningan tinggal satu korban yang masih dirawat. Kemudian, satu anggota Polri dirawat di RS Tarakan dan satu korban dirawat di RS Medika Permata Hijau Kebon Jeruk satu korban masih dirawat.
Sesaat setelah ledakan dan serangan di Sarinah, Thamrin Jakarta, sorotan publik terhadap kebobrokan yang dipertontokan oleh sistem kapitalisme-liberalis saat ini dialihkan kepada monsterisasi khilafah. Padahal, Bom Thamrin tidak ada hubungan dengan kewajiban penegakan khilafah dan baik individu maupun kelompok bahkan negara manapun yang melakukan itu meskipun mengklaim mengatasnamakan islam jelas sama sekali tidak mewakili islam karena tindak teror di Sarinah tersebut merupakan perbuatan terkutuk yang jelas-jelas bertentangan dengan syariat islam. Islam mengajarkan rasa kasih sayang tanpa kekerasan, berdakwah tanpa menyakiti dan berjihad tanpa membunuh yang haq.
Namun apa yang terjadi pada hari ini? Setiap tindak teror senantiasa dikaitkan dengan Islam yang pada akhirnya menimbulkan monsterisasi Islam. Publik mulai melirik gerakan-gerakan islam. Teroris yang selama ini di cap berjenggot dan bercelana cingkrang pada akhirnya tak terbukti karena sesungguhnya informasi terkini mengabarkan bahwa pelaku tindak teror bom dan penembakan mengenakan pakain kaos oblong dan celana lepis. Terkadang beberapa oknum berlebih dalam menyikapi mengenai teroris. Sehingga tidak mampu menelaah siapakah yang pantas disebut teroris
Beberapa tahun yang lalu, sebagai contoh, Penangkapan Ahmed Mohamed di Texas menyoroti melembaganya Islamophobia yang mengkahwatirkan di sekolah-sekolah AS. Dengan mengenakan kaos NASA, Ahmed Mohamed berjalan menuju kelas sembilan pada hari Senin pagi. Dengan bangga, ia memegang jam yang dirakitnya secara hati-hati di rumah. Siswa muslim amerika berusia 14 tahun itu, dengan penuh semangat merakit, membongkar, dan memperbaiki Radio, komputer, dan go-karts, dengan harapan mendapatkan pujian dari gurunya. Namun nahas, polisi Dallas malah dipanggil ke sekolah, tangan Ahmed lalu diborgol, dan siswa SMA itu dibawa polisi dari sekolahnya. Sekolah itu secara rutin memberikan penghargaan atas inovasi, kreativitas, dan kerja keras. Akan tetapi, Mohamed adalah seorang muslim, sehingga hal pertama yang ada di benak gurunya dan administrator sekolah adalah mengira jam digital buatan itu sebagai bom; dan kedua, menghubungkan keahlian elektroniknya untuk kegiatan teroris. Lebih dari sekedar kasus kefanatikan individu atau kelalaian institusional, kasus Mohamed menunjukkan menyebarnya fanatisme anti-muslim atau “Islamophobia”, ke dalam ruang yang paling formatif dan rentan dalam masyarakat.
Syariat Islam dengan tegas melarang siapapun dengan motif apapun membunuh dirinya sendiri, membunuh orang tanpa haq, merusak milik pribadi dan fasilitas milik umum, apalagi bila tindakan itu menimbulkan korban dan ketakutan yang meluas. Menyerukan kepada semua pihak, khususnya kepolisian dan media massa, untuk bersikap hati-hati menanggapi spekulasi yang mengaitkan bom Thamrin itu dengan kelompok, gerakan atau organisasi Islam. Dari sekian kemungkinan, bisa saja peledakan bom itu sengaja dilakukan oleh orang atau kelompok, atau bahkan negara tertentu untuk mengacaukan masyarakat dan negara ini demi kepentingan politik dan ekonomi mereka sambil mendiskreditkan organisasi Islam dan kegiatan dakwahnya, serta melakukan rekayasa sistematis dan provokasi keji untuk terus menyudutkan negara Indonesia sebagai sarang terorisme. Kepada pihak kepolisian untuk segera menangkap pelaku dan dalang peledakan dan serangan, serta mengungkap motif dibalik tindakan itu. Hanya dengan cara ini saja segala macam spekulasi yang bisa menimbulkan keresahan di tengah masyarakat bisa dihentikan.Kepada seluruh umat Islam untuk tetap teguh, sabar dan istiqamah dalam perjuangan demi terwujudnya kehidupan Islami melalu tegaknya syariah dan Khilafah. WalLâhu a’lam bi ash-shawâb.
*Ko. Media Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia Dewan Pimpinan Daerah I Provinsi Bengkulu