[caption id="attachment_11546" align="alignleft" width="296"] Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi[/caption]
JAKARTA, PB - Penyelenggaraan kekuasaan pertahanan negara harus mengedepankan transparansi dan akuntabiltas. Selain itu, pertahanan juga harus menegakkan prinsip netralitas dan ketidakberpihakan militer pada satu golongan politik tertentu. Hal ini disampaikan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB), Yuddy Chrisnandi.
"Reformasi pertahanan dapat dikatakan sebagai sebuah model transformasi progresif dari konsep reformasi militer yang cenderung terfokus pada dimensi sosio-politik ke relasi sipil-militer yang berlandaskan pola hubungan kultural," jelasnya, pada acara Rapim Kementerian Pertahanan (Kemhan), Selasa (12/01).
Politisi Hanura ini melanjutkan, reformasi pertahanan tidak hanya mendorong perbaikan dari aspek pola hubungan kultur sipil-militer. Namun juga mendorong peningkatan transformasi kultural untuk bergerak jauh ke depan menuju transformasi struktural-institusional pertahanan.
Sebagai pembantu Presiden dan sebagai pejabat politik yang memimpin Kementerian Pertahanan, lanjutnya, Menteri Pertahanan harus merealisasikan hubungan sipil-militer yang demokratis.
"Dengan hadirnya UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, Kemhan telah mendapat tambahan penguatan kewenangan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang pertahanan negara," tambahnya.
Yuddy menyampaikan kebijakan pertahanan negara merupakan wilayah kewenangan Menhan selaku pelaksana otoritas sipil di bidang pertahanan. Sehingga dalam hal kebijakan dan strategi pertahanan serta dukungan administrasi, TNI berada di bawah koordinasi Kemhan, military missions in support of civilian authorities.
Menurut dia, dilihat dari sisi legalitas formal, UU tersebut sudah cukup menjelaskan tentang tugas dan fungsi dari Kemhan sebagai pembuat keputusan di bidang pertahanan negara baik dari sisi pembuatan kebijakan strategis (strategic policy) maupun perencanaan strategis serta kebijakan penggunaan TNI.
"Yang perlu perenungan bersama adalah sampai sejauh mana kebijakan-kebijakan Kemhan tersebut akan dan dapat dilaksanakan secara operasional oleh unit organisasi Kemhan itu sendiri maupun oleh TNI sebagai mitra Kemhan," kata dia.
Yuddy berharap aktualisasi peran Kemhan sebagai perwujudan supremasi otoritas sipil akan terlihat secara jelas dan konkret dalam produk-produk kebijakan yang telah dihasilkan.
"Apakah memang produk kebijakan itu sudah memenuhi asas keterbukaan dan tranparansi, serta melalui kajian ulang yang memadai dalam melihat ancaman dan tantangan ke depan di bidang pertahanan dan keamanan," paparnya. [IC]