[caption id="attachment_11943" align="alignleft" width="300"] Ilustrasi[/caption]
JAKARTA, PB - Aksi teror di Jakarta beberapa waktu yang lalau berujung pada permintaan beberapa pihak untuk merevisi UU Terorisme Indonesia. Pasalnya, UU 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme itu dianggap masih memiliki beberapa kelemahan.
Baca juga: Waspadai Terorisme, Bengkuluku Aman Kembali Diaktifkan
Selain revisi, muncul pula gagasan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) sebagai jalan pintas menyelesaikan revisi. Namun sejauh ini, pemerintah masih mengkaji terkait mana yang akan dipilih pada akhirnya.
Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung mengatakan Indonesia perlu belajar dari negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura untuk pemberantasan ini. Di kedua negara tersebut, orang yang diduga akan melakukan aksi teror akan terus dipantau oleh negara.
Tetapi di Indonesia, payung hukum yang mengatur hal itu tidak ada. "Padahal kita tahu ada 100 orang lebih yang baru kembali ke tanah air," kata dia.
Di Indonesia, lanjutnya, sebenarnya pemerintah jauh- jauh hari sudah mendeteksi bahwa akan ada tindakan terorisme, yang mereka sebut dengan melakukan 'konser' tersebut. Tetapi karena kewenangan ataupun juga payung hukum, tidak bisa dilakukan tindakan.
"Ini kan menunjukkan bahwa ada hal yang perlu dilakukan penyempurnaan, perbaikan, terutama tindakan preventif dan yang kedua adalah tindakan yang berkaitan dengan deradikalisasi," jelasnya.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menolak saran agar pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) sebagai jalan pintas menyelesaikan revisi UU Terorisme.
"Menurut saya Perppu itu jangan diobral pada hal-hal yang memang kegentingan memaksa, yang sesegera. Karena memang ada sejumlah pasal kecil yang seharusnya bisa diubah dari revisi Undang-Undang Terorisme, kalau mau serius 2-3 hari selesai. Itu aja," kata Tjahjo, Selasa (19/1/2016).
Yang penting, lanjut Tjahjo, Badan Intelijen Negara (BIN) itu tidak sendirian, ada intel TNI, ada intel kepolisian, imigrasi, bea cukai, kejaksaan. "Yang penting tugas BIN adalah mengkoordinasikan. Itu aja intinya," pungkasnya. [Gara Panitra]