BENGKULU, PB - Cuti di luar tanggungan negara yang ditempuh oleh Wali Kota Bengkulu Helmi Hasan berakhir pada 22 Januari 2016. Apakah izin ini akan diperpanjang?
Kabag Humas Setda Kota, Salahuddin Yahya, mengutarakan, Pemerintah Kota saat ini masih berupaya untuk membuka keran komunikasi kepada Wali Kota Helmi Hasan mengenai kondisi kesehatannya.
"Apakah beliau sudah benar-benar pulih? Apakah sudah saatnya kembali atau masih membutuhkan waktu perpanjangan? Beliau sendiri yang paling tahu. Kita sedang berupaya untuk membangun komunikasi dengan beliau,"
katanya kepada Pedoman Bengkulu, Selasa (19/1/2016).
Daeng, sapaan akrabnya, menegaskan, hingga saat ini Pemerintah Kota belum mengajukan izin perpanjangan. Namun ia memastikan bilamana kesahatannya telah prima, Helmi akan kembali bekerja sebagaimana sedia kala.
"Dalam kurun tiga hari ini kita upayakan ada kejelasan. Tapi kalau memang pemulihan kesehatannya dirasa belum tuntas, maka Pemerintah Kota akan mengajukan perpanjangan. Kita optimis beliau akan balik. Dan itu bagi Pemerintah Kota berarti baik," ujarnya.
Bagaimana dengan pihak-pihak yang mempersoalkan izin cuti di luar tanggungan negara tersebut? Daeng menjelaskan, hingga saat ini Pemerintah Kota sama sekali belum menerima pengaduan dari lembaga resmi yang mempersoalkan izin cuti itu.
"Karena memang tidak ada kerja pemerintahan yang terhambat. Bahkan saat ini rumah sakit sudah hampir jadi, pembangunan jalan dan trotoar tetap terselenggarakan, dan lain-lain. Baik dewan, pemerintah provinsi maupun pusat yang memiliki legitimasi resmi mengatasnamakan rakyat tidak pernah memperkarakan ketiadaan Wali Kota selama Wakil Wali Kota dan Sesda mampu menjalankan tugas-tugasnya," urainya.
Daeng menjelaskan, DPRD Kota Bengkulu bahkan telah melakukan verifikasi langsung kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk mempertanyakan keabsahan izin tersebut. Dewan, tegas Daeng, memiliki mandat resmi mewakili rakyat untuk mempertanyakan hal tersebut.
"Dewan duduk melalui mekanisme pemilihan umum. Mereka dilantik dan dibayar untuk mewakili rakyat. Tidak boleh kita mendahului kepentingan kelompok tertentu dibandingkan dewan. Kecuali bila ada peraturan yang mengatur bahwa suatu kelompok berhak mewakili rakyat, tanpa pemilihan umum dan saluran lembaga formal lainnya," demikian Daeng. [RN]