[caption id="attachment_11083" align="alignleft" width="300"] Girindra Sandino mengenakan kemeja merah[/caption]
JAKARTA, PB - Pelaksaan Pemilihan Gubernur (Pilgub) di Bengkulu pada 9 Desember lalu memang berjalan lancar. Namun, pelaksaan Pilkada serentak tersebut mendapatkan catatan dari Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia.
Pasalnya, lembaga yang berdiri tahun 1996 itu menduga telah terjadi pelanggaran keras dalam Pilkada lalu itu. "Masih ada catatan-catatan hitam yan perlu menjadi perhatian kita bersama demi peningkatan kualitas Pilkada serentak ke depan sebagai bahan evaluasi," demikian disampaikan oleh Ketua Majelis Nasional KIPP Indonesia, Standarkiaa Latief.
Lebih lanjut, ia menuding telah terjadi kejanggalan dalam rekapitulasi penghitungan suara pada pilkada yang diikuti oleh dua pasangan calon tersebut. Misalnya, di beberapa kecamatan pada saat pleno, pihak KPUD Kabupaten tidak mau membuka C7.
"Untuk memastikan bahwa apakah para pemilih hadir atau tidak, saksi paslon meminta form C7 (daftar para pemilih) yang seharusnya dapat diakses oleh pengawas, saksi, bahkan pemantau pun dapat memeriksa C7 sebgai bukti daftar hadir pemilih," jelasnya.
Sebagaimana diketahui, C7 sangat diperlukan saat ada kejanggalan mengenai data pemilih, maupun selisih pemilih yang menyebabkan perubahan suara. Dia mengkhawatirkan adanya permainan data pemilih, mulai dari DPT, surat undangan pemilih, hingga raibnya C7 saat pleno di KPU-KPU kabupaten di Provinsi Bengkulu.
"Tidak adanya C7, bukan mustahil terjadi akibat adanya politik uang yang masif melibatkan penyelenggara, seperti PPK yang diberhentikan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu," jelasnya. [IC]