JAKARTA, PB - Beberapa waktu yang lalu, proses Pemilihan Gubernur (Pilgub) Bengkulu mendapat sorotan dari Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia. Bahkan, KIPP meminta Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan keputusan KPU Provinsi Bengkulu yang menetapkan pasangan calon Gubernur-Wakil Gubernur, Ridwan Mukti-Rohidin Mersyah sebagai pemenang Pilgub Bengkulu 9 Desember 2015.
Baca juga: Pilgub Bengkulu Disorot KIPP dan Sultan Datangi KPU, Minta Kemenangan RM Didiskualifikasi serta Usin Sembiring: Tuntutan Sultan-Mujiono Tak Berdasar
Kali ini, giliran Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang menyoroti kasus dugaan politik uang tersebut. Bawaslu menilai, praktik yang dilakukan oleh pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Bengkulu nomor urut 1 itu dapat dikategorikan sebagai pelanggaran berat.
"Kasus di Bengkulu itu sebenarnya masuk pelanggaran berat," kata Anggota Bawaslu Nelson Simanjuntak kepada wartawan di Jakarta, Rabu (6/1/2015).
Namun, ia mengatakan kasus itu mesti dibuktikan di sidang Mahkamah Konstitusi (MK) dan pidana umum. Sebab, Undang-Undang (UU) Pilkada belum mengatur prosedur penanganan kasus politik uang secara jelas dan rinci.
"Saat ini, kami juga kesulitan untuk menindaklanjuti meski sudah ada putusan DKPP. Bawaslu tak bisa menggunakan putusan DKPP untuk rekomendasikan pembatalan pasangan calon ke KPU," jelasnya.
Menurut Nelson, prosedur penanganan politik uang harusnya diatur secara rinci di dalam UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota atau UU Pilkada.
"Sehingga, Pilkada itu dapat dipastikan prosesnya berlangsung luber dan jurdil," ungkapnya.
Bila menempuh pidana umum untuk menuntaskan kasus dugaan politik uang ini, maka siapa pun warga negara yang mengetahuinya bisa melaporkan kepada pihak kepolisian. Termasuk, pihak-pihak yang merasa berkeberatan dengan kasus tersebut.
"Idealnya, dugaan politik uang yang diduga turut memengaruhi keterpilihan salah satu pasangan calon dalam Pilkada dibuktikan dalam proses persidangan di MK," pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, pakar hukum Yusril Ihza Mahendra mendesak KPU Provinsi Bengkulu membatalkan pasangan calon Ridwan Mukti-Rohidin Mersyah. Kuasa hukum Sultan-Mujiono ini menilai pasangan calon ini terbukti telah melakukan politik uang.
Dimana, ketika masa kampanye, pasangan nomor urut 2 itu memberikan uang sebesar Rp 5 juta kepada anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Singaran Pati bernama Ahmad Ahyan yang telah dijatuhi sanksi pemberhentian tetap oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pada 12 November 2015 lalu. [Gara Panitra]