[caption id="attachment_15113" align="alignleft" width="300"] IST/Aksi turunkan kades Pundungan.[/caption]
BENGKULU SELATAN, PB - Pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa oleh Kepala Desa sering menimbulkan konflik di tingkat desa. Hal tersebut disinyalir karena adanya tindakan Kepala Desa yang melakukan pergantian secara semena-mena tanpa mengikuti prosedur dan aturan yang berlaku.
Di Bengkkulu Selatan, tidak sedikit desa yang mengalami hal tersebut, yang berujung pada aksi protes. Misal saja yang baru-baru ini terjadi di Desa Tanjung Menang Kecamatan Seginim dan Desa Gunung Sakti Kecamatan Manna. Baca juga: Pergantian Perangkat Desa Harus Melalui Tim Seleksi.
Belum diketahui secara jelas apa motif dibalik sering terjadinya perombakan perangkat desa tersebut. Apakah Kades belum memahami mekanisme dan tata cara pergantian perangkat desa atau ada motif politik.
Dijelaskan Kasub Bid Administrasi Pemerintahan Desa dan Kelurahan Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Bengkulu Selatan Yuliam Effendi, dalam melakukan pengangkatan perangkat desa harus melalui tim seleksi dan rekomendasi dari camat.
"Pemberihentiannya pun tidak asal copot saja. Kades harus membaca aturan. Jika tidak sesuai prosedur, Kades siap-siap menerima sanksi. Sanksinya mulai dari peringatan, bisa juga pemberhentian sementara bahkan pemberhentian permanen," tutur Yuliam.
Dicontohkannya, kasus yang terjadi di Desa Tanjung Menang Kecamatan Seginim. Lantaran memberhentikan perangkat desa tidak melalui prosedur, kades tersebut nyaris diberhentikan.
"Untungnya Kades tersebut segera mencabut SK pemberhentian perangkat desa. Kalau tidak kades ini bisa saja dikenai sanksi dengan pemberhentian sementara bahkan permanen. Seharusnya ini menjadi contoh bagi Kades-Kades yang lain agar tidak melakukan tindakan serupa," harap Yuliam.
Menurutnya sanksi bagi Kades yang melakukan pelanggaran tersebut diatur dalam UU No 6 Tahun 2014 pasal 29 dan 30.
Dalam pasal 29 berbunyi Kepala desa dilarang: a. Merugikan kepentingan umum. b. Membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain, dan/atau golongan tertentu. c. Menyalahgunakan wewenang, tugas, hak dan/atau kewajibannya. d. melakukan tindakan diskriminatif terhadap warga dan/atau golongan masyarakat. e. Melakukan tindakan meresahkan kelompok masyarakat. f. melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme, menerima uang, barang, dan/atau dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan yang dilakukannya.
Selanjutnya juga diterangkan pelarangan g. Menjadi pengurus partai politik. h. Menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang. i. Merangkap jabatan sebagai anggota BPD, DPRRI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten dan atau jabatan lain yang ditentkan dalam Undang-undang. j. Ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau Pilkada. k. Melanggar sumpah/janji jabatan. l. meninggalkan tugas selama 30 hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang jelas dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Sedangkan masalah sanksi yang diberikan diatur dalam pasal 30 (1). Kepala Desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud pasal 29 dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis. Selanjutnya dalam pasal 30 (2) Dalam hal sanksi administrasi sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian.
"Kades itu atasan langsungnya Camat. Jadi Camat mempunyai wewenang untuk mengambil tindakan sebagaimana aturan tadi. Jika tidak bisa ke jenjang yang lebih tinggi lagi yaitu Bupati," tutup Yuliam. (Apdian Utama)