BENGKULU, PB - Ratusan massa aksi yang tergabung dalam Gabungan Ormas dan Lsm Bengkulu Bersatu (Golbe) menyambangi kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu yang berada di Jl. S. Parman Kota Bengkulu. Mereka menuntut agar lembaga yang dipimpin Ali Mukartono tersebut mengusut berbagai dugaan korupsi.
Dalm aksinya, Golbe melaporkan puluhan kasus megaproyek yang menjerat berbagai kepala daerah yang ada di Bengkulu. Massa juga membawa "tepung setawar" sebagai sebagai simbol agar Kejati tidak berdamai dengan kasus korupsi.
"Dalam menangani berbagai kasus yang merugikan negara serta menyengsarakan rakyat, baiknya Kejati jangan menggunakan hukum adat tepung setawar para koruptor tentu bebas korupsi," ungkap Korlap aksi Isna Azhari di Kejati usai tatap muka.
Ia mengibaratkan aksi yang dilakukan hari ini seperti permainan sepak bola. Ini belum babak perdelapan final, perempat final, semi final apalagi final. "Ini baru penyisihan, masih banyak nyanyian-nyanyian kita," katanya.
Masyarakat menginginkan bukti kerja dari Kejaksaan Tinggi, tambahnya, namun bila tidak ditindak lanjuti, Ormas Nusantara dan Front Pembela Rakyat (FPR) yang tergabung dalam aksi Golbe mengancam akan membawa massa lebih banyak lagi.
Lebih lanjut Azhari mengatakan, aksi lanjutan dilakukan jika tuntutan tidak di indahkan. Lalu juga akan menyurati Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk mengganti Kejati. Karena dinilai tidak mampu menangani kasus-kasus korupsi yang ada di Bengkulu.
Menanggapi aksi tersebut, Kejati meminta 7 orang perwakilan massa aksi. “Aksinya tentu kita apresiasi, karena tujuan untuk membuat kinerja kita makin baik. Soal tuntutannya kita cek ke lapangan dulu betul tidaknya. Data dan faktanya kalau memang cukup kami akan tindak,” ujarnya.
Ini juga sebagai instrospeksi bagi kejaksaan agar bekerja secara profesional, sambungnya, silahkan nanti monitor perkembangan. Bukti yang paling banyak dan paling kuat itu yang diprioritaskan.
Diakhir aksi, pihak Kejati menegaskan tidak akan ada kasus yang diendapkan pihaknya. "Semua kasus yang mereka tangani harus jelas apakah mengandung unsur pidana ataupun perdata, dimana pembuktian kerugian negara menjadi syarat fundamental di dalamnya," tutupnya. [Zefpron Saputra]
Dalam aksi tersebut Ada 21 pernyataan sikap: