BENGKULU, PB - Minimnya kegiatan kemahasiswan menyebabkan prestasi Universitas Bengkulu (Unib) hanya bisa bertengger diperingkat ke 37 dari 3.320 perguruan tinggi di Indonesia. Salah satu kelemahannya karena minimnya kualitas kegiatan mahasiswa yang hanya mendapat nilai 0,1.
Untuk menggenjot peningkatan kualitas pendidikan tersebut berbagai kegiatan kemahasiswaan digelar, salah satunya Biologi Fair 2016 yang diselenggarakan Himpunan Mahasiswa Biologi (Himabio) Unib.
Dini Dwi Lestari, Ketua Umum Himabio Unib mengatakan kegiatan Biologi Fair diadakan dalam rangka perwujudan peran mahasiswa untuk ikut berperan serta dalam pengembangan pendidikan dan kreatifitas masyarakat.
"Kegiatan ini kami selenggarakan sebagai wadah awal bagi civitas mahasiswa dan pelajar untuk mengembangkan kemampuan yang mereka miliki lewat berbagai macam mata lomba," jelas Dwi.
Lanjutnya, ada sembilan kegiatan lomba Biologi Fair 2016, yakni fotografi, Solo Song, Tracking Biologi, Poster, Mading , Lomba Karya Tulis Ilmiah, Olimpiade Biologi, Siapa Juara dan Orasi Biologi.
Ia berharap lewat kegiatan ini maka civitas akademika dan masyarakat bisa menyalurkan kreatifitasnya. "Tahun ini mata lomba ditambah dengan Solo Song, sehingga mahasiswa yang memiliki kemampuan paduan suara bisa ikut bergabung," ujar Dio Agung, Ketua Panitia Biologi Fair 2016.
Lomba tersebut dimulai sejak hari ini (29/2), dan berakhir pada
Terpisah, Mahasiswa Teknik Elektro Unib juga menunjukkan karya robotiknya dalam acara perayaan HUT Swaraunib baru-baru ini. Mereka menampilkan karya robotiknya.
"Kami cuma ingin beri tahu ke masyarakat kalau robot itu dapat memiliki fungsi sosial," jelas Ade, mahasiswa Teknik Elektro Unib itu.
Meskipun mereka telah berkarya dan membawa nama universitas tertua itu di Bengkulu, namun belum mendapat dukungan dan apresiasi yang besar dari pihak kampus. Padahal untuk membuat sebuah robot sederhana dibutuhkan waktu yang lama dan biaya besar.
"Robot rakitan mereka sudah tiga kali mengikuti kompetisi robot nasional. Keikutsertaan mahasiswa Unib dalam KRPAI (Kontes Robot Pemadam Api Indonesia) di Lampung tahun 2013, Padang tahun 2014 dan Palembang 2015 masuk dalam 6 besar," kata Fajri.
Selama ini mereka mengumpulkan modal untuk merakit sebuah robot dari hasil memberikan pelatihan merakit robot di sekolah-sekolah secara berkelompok. Uang itulah ungkapnya, yang digunakan untuk membeli peralatan robotik.
"Kita sulit bersaing karena terkendala dana. Kan barang-barang yang harus dibeli itu mahal. Harga sensor api misalnya bisa mencapai Rp 1.300.000. Nah kita dari Unib cuma mampu beli satu sensor," kenang Fajri saat mengikuti kontes robot di Palembang tahun lalu.
Saat ini kata Fajri, tengah mempersiapkan keikutsertaan mereka dalam Kontes Robot Pemadam Api Indonesia 2016 pada tanggal 1-6 Juni nanti.
Ia berharapan kegiatan kemahasiswaan mendapat dukungan dari pihak kampus, bukan saja untuk peningkatakn prestasi robotiknya dan kegiatan kemahasiswaan yang lain, namun juga memperbaiki prestasi Universitas Bengkulu kedepannya. [Valentina]