Oleh Valentina Edellweiz Edwar
Suatu malam di sebuah kedai, enam manusia duduk melingkar
salah satu telpon bunyi, “kau pulang jam satu lagi?”
beberapa pertanyaan di ajukan lalu sampailah pada bung Rudi
“kemana kau kalau sekarang kusuruh pergi dengan kekasih?”
Palangkaraya! dirikan Republik ke empat. Azasnya Pancasila. Rakyatnya makmur, orangnya jujur-jujur.
Angin pantai cekikik, lima orang diam tanpa kutik, salah satunya memekik:
“Bung! Hiduplah lama dan bahagia. Sambil menulis puisi cinta. Nanti ketika kau renta, kau bisa cerita bahwa Republik kita diwujudkan dengan susah payah.”
Bengkulu, 9/2/2016
Willem Elsschot: Kaas-mu
Lantai dua rumahmu agaknya sesak
nyonya berjingkat dekat jendela, untuk sampai ke kamar mandi
dua anakmu; Jan dan Ida, lalu lalang seperti wisata ke luar angkasa
Honstra ternyata mengirim keju-keju tepat waktu
lalu kau mengusir anakmu dengan dua potong keju
menjelaskan dengan gugup itu milikmu
Waktu berjalan, kejumu tidak, Honstra datang sambil bawa kontrak;
“Bagaimana kejumu pak?”
Bengkulu, 2016
Hijrah
Dari Alabasta sampai ke Skypiea
ujarnya bangga saat cerita
daku hormat sambil nganga
tapi tunggu!
bukankah tak selalu jauh?
“jangan tantang Tuhan dengan tengadah saat berdoa.”
omel Nyai habis ibadah
daku turut; hendak berubah
Bengkulu, 2016