BENGKULU, PB - Setelah ditutupnya area ekslokalisasi Pulau Baai beberapa tahun yang lalu, para 'pekerja' seks komersil (PSK) menyebar memasuki berbagai area di wilayah hukum Kota Bengkulu. Mereka bekerja di tempat-tempat umum seperti di Terminal Betungan, Terminal Air Sebakul, Terminal Sungai Hitam dan Pantai Panjang.
Baca juga : Sidak Dewan, PSK dan Pasangan Mesum Diamankan
"Di lokalisasi ini sebenarnya strategis, jauh dari pemukiman penduduk. Aktivitas juga dapat dipantau dengan mudah. Sehingga mereka yang kesehatannya terganggu dapat dinetralisir," kata Ketua RT 08 Kelurahan Sumber Jaya, Oki Mustafa, saat di temui di Komplek Lokalisasi Sumber Jaya Selebar Koat Bengkulu Rabu, (24/2/2016).
Beberapa tempat yang dituju PSK, lanjut Oki, diantaranya adalah panti pijat, hotel, warung tuak, kafe serta tempat-tempat karaoke. Menurut dia, pemerintah memang hanya melakukan pembinaan terhadap para PSK yang menyebar tersebut, namun hanya efektif beberapa saat.
Baca juga : Tekan HIV/AIDS, Bengkulu Disarankan Legalkan Prostitusi
"Ada 283 orang warga yang terdata tinggal di sini. Dengan 93 orang kepala keluarga. Sedangkan pekerja kalau dulu terdata ada 150 orang. Namun sekarang belum dilakukan pendataan kembali. Besar kemungkinan jumlahnya berkurang drastis karena penutupan," lanjut mantan Kepala Keamanan kawasan yang dikenal dengan istilah 'Yang Tahu' ini.
Dia menjelaskan, terbitnya Peraturan Daerah (Perda) Nomor 24 tahun 2000 tentang Larangan Pelacuran dalam Kota Bengkulu ditujukan untuk membersihkan area lokalisasi di Pulau Baai. Namun karena tidak disertai dengan solusi, maka para pekerja seks akhirnya menyebar.
Baca juga : Menengok Perkembangan Masjid ‘Helmi Hasan’ di Ekslokalisasi Pulau Baai
"Banyaknya bermunculan kafe salah satu indikasi ketika area lokalisasi ini di tutup. Banyak juga bangunan yang dulunya penuh tapi sekarang dalam keadaan kosong. Sebagian besar akhirnya hanya disewakan," tuturnya.
Oki menambahkan, solusi supaya prostitusi berhenti cukup dengan membiarkan lokalisasi ini ada. Namun ia berharap agar penjagaan di gerbang masuk diperketat setiap saat. Dengan demikian, ia yakin para pelanggan tidak sembarang masuk yang akan membuat pekerja seks kesepian dan harus mencari alternatif pekerjaan lain yang halal.
Baca juga : 2019, Indonesia Bebas Prostitusi
"Tapi kalau sudah menyebar sulit untuk dikontrol. Mereka yang sekarang bertahan terus didampingi oleh Yayasan KIPAS Bengkulu KPA dan Badan Narkotika Nasional. Pendampingan yang mereka lakukan cukup efektif," paparnya.
Saat ini, tambah Oki, mereka yang tinggal di Ekslokalisasi Pulau Baai berprofesi sebagai tukang ojek, buka warung manisan, warung makan, nelayan dan profesi lainnya. Pelanggan 'pekerja' seks walaupun sudah menurun, namun diakuinya masih ada juga yang datang.
Baca juga : Dinsos: Prostitusi Kota Bengkulu Secara Resmi Sudah Bersih
"Kafe-kafe ini dipertahkan warga. Totalnya ada 45. Satu kafe biasanya ada satu dua pekerja. Banyak bangunan kosong disini rata-rata dikontrakkan Rp 20juta pertahun, ada yang Rp 25juta tergantung bangunannya. Semakin bagus dan lengkap semakin mahal," urainya.
Oki berharap, pengentasan 'pekerja' seks harus dikerjakan secara bertahap dan bekelanjutan. Ia meminta agar pemerintah terus memberikan pendampingan kepada 'pekerja' seks sebagai korban dari kemiskinan dengan memberikan mereka mereka modal, keterampilan atau keahlian.
Baca juga : Cegah Mesum, Dewan Perkenankan Hotel Berbasis Syari’ah
"Kalau benar-benar mau ditutup solusinya harus jelas. Maraknya lokalisasi diluar sana karena diluar bebas, sedangkan di sini memiliki aturan yang tegas," tutupnya. [Zefpron Saputra]