BENGKULU, PB - Ketiadaan industri hilir untuk mengolah hasil produksi sawit menyebabkan harga Tandan Buah Segar (TBS) Sawit di Provinsi Bengkulu sulit naik, bahkan 5 bulan yang lalu harga TBS Sawit di tingkat petani Bengkulu sempat anjlok ke Rp. 300 per/Kilogram.
Baca juga: Harga Komoditi Turun, Pemda Diminta Siapkan Dana Penyangga Komoditi
Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Bengkulu Ricy Gunawan menjelaskan, Bengkulu saat ini membutuhkan arus investasi. Investasi yang akan masuk ke Bengkulu diharapkan bergerak di sektor hilir.
"Kalau di Bengkulu ada pabrik disektor hilirnya harga sawit bisa dinaikkan, tapi masalahnya 26 Pabrik yang beroperasi di Bengkulu semua pabrik yang bergerak disektor hulu padahal produksi sawit kita sudah cukup, kita sekarang sedang fokus pada investasi disektor hilir, supaya harga CPS bisa meningkat," katanya kepada Pedoman Bengkulu, Jumat (12/02/2016).
Lanjutnya, saat ini kebutuhan akan pabrik disektor hulu sudah cukup, tapi belakangan masih banyak saja investor yang mengajukan pendirian pabrik Crude Palm Oil (CPO) di Bengkulu.
"Kemarin ada pengajuan pendirian pabrik lagi di Mukomuko, padahal disana sudah cukup banyak pabrik," ucapnya.
Dengan adanya implementasi program biodiesel 20 Persen (B-20) oleh pemerintan akan membuat harga sawit stabil, itu disebabkan ketergantungan terhadap pasar ekspor bisa dikurangi.
"Selama ini kita selalu mengandalkan pasar ekspor luar negeri, dengan program B-20 akan ada pasar dalam negeri penyerapan CPO. Untuk program B-20 pemerintah menggunakan dana perkebunan yang berasal dari pajak CPO untuk pengembangan dan peremajaan sawit selain itu juga untuk biodiesel," jelasnya.
CPO atau minyak sawit kasar merupakan hasil olahan daging buah kelapa sawit melalui proses perebusan Tandan Buah Segar.
Implementasi program biodiesel 20 persen (B-20) tak hanya bisa mengurangi emisi karbon, tetapi juga menghemat devisa. Penerapan program ini bisa menghemat devisa hingga miliaran dolar Amerika Serikat setiap tahunnya. [MS]