JAKARTA, PB – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan pembahasan revisi Undang-Undang Pilkada akan dilaksanakan April mendatang. Hal ini sesuai dengan target dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang meminta agar perubahan atas peraturan tersebut selesai pada Agustus 2016.
Selain itu, optimalisasi pembahasan UU Nomor 8 Tahun 2015 ini juga penting agar pelaksanaan pilkada 2017 bisa menerapkan acuan undang-undang itu sebagai payung hukumnya. Mendagri sendiri sudah berkoordinasi dengan dengan Presiden Joko Widodo perihal revisi ini.
"Sudah berkomunikasi, hanya masih perlu beberapa poin untuk diharmonisasi dengan DPR RI," kata Tjahjo Kumolo, Jumat (11/3/2016).
Lalu apa saja poin yang akan dibahas nanti. Politisi PDIP ini menuturkan ada 12 hal yang menjadi perhatian pemerintah dalam rencana perubahan perturan tersebut. Pertama, soal subtansi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) sebanyak 6 poin sebagai isu strategis.
Contohnya, soal kewajiban PNS dan anggota dewan untuk mundur pada penetapan pasangan calon. Ketentuan soal narapidana maju sebagai pasangan calon. Lalu, penghapusan syarat tidak memiliki konflik, kepentingan dengan petahana. Tak luput, penyesuaian norma tentang pasangan calon tunggal.
"Dan penyesuaian norma tentang syarat dukungan calon perseorangan dari jumlah penduduk menjadi DPT pemilu sebelumnya," jelasnya.
Hal lainnya adalah penegasan tugas Bawaslu pusat. Kemudian, soal penegakan hukum pelanggaran kampanye, pengertian petahana, upaya peningkatan partisipasi pemilih, sanksi bagi parpol atau gabungan parpol yang tidak mengusulkan pasangan calon dan waktu pelantikan.
"Revisi ini juga mengatur soal sanksi pidana bagi pelaku politik uang," tegas Tjahjo. (Baca juga: Revisi UU Pilkada, Sanksi Politik Uang Harus Tegas)
Terkait pendanaan pilkada, kata Mendagri, juga akan dibahas dalam revisi ini. Ia menilai perlu ketegasan terkait darimana anggaran pilkada ini nantinya. Apakah dari APBD, APBN atau bagi dua (50:50). Sebab, jumlah anggaran yang dihibahkan dan waktu penetapan APBD yang berbeda-beda mempengaruhi kelancaran anggaran pilkada.
Selain itu, masalah penyesuaian waktu penyelesaian sengketa dan proses pilkada. Lalu, prosedur pengisian jabatan kepala daerah, wakil kepala daerah yang diberhentikan. Terakhir, penegasan soal waktu pemungutan suara. (Lihat juga: Alasan Kemendagri Revisi UU Pilkada)
"Hal ini penting karena terkait juga perhitungan gaji serta kompensasi bagi kepala daerah bila masa jabatannya kurang dari 60 bulan," pungkasnya. [GP]