BENGKULU SELATAN, PB - Dugaan penyalahgunaan Dana Insentif Daerah (DID) di Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Dikpora) Kabupaten Bengkulu Selatan tahun anggaran 2012 bergulir ke meja Presiden Joko Widodo. Sebelumnya pada tahun 2013 lalu kasus ini sempat diproses di Kejaksaan Negeri Manna dengan surat perintah penyelidikan dari Kepala Kejaksaan Negeri Manna Nomor : Print-67/N.7.13/FPY/05/2013. Namun proses hukum yang berjalan terkesan mandeg, karena hingga saat ini tahap penyelidikan tidak pernah berlanjut ke tahap penyidikan. Untuk itu, Front Penyelamat Kabupaten Bengkulu Selatan (FPKBS) mengadukan hal tersebut ke Presiden RI.
Hal tersebut diungkapkan oleh Sekretaris FPKBS Belrahmat. Menurutnya dalam surat yang ditujukan ke Presiden RI Joko Widodo tertanggal 14 Januari 2016 itu, yang isinya supaya presiden memberikan solusi supaya Kejaksaan Negeri Manna menindaklanjuti dan memproses dugaan korupsi senilai Rp 20.320.283.000.
"Atas surat laporan FPKBS itu, berdasarkan data yang kami dapat, Presiden RI melalui Kementerian Sekretariat Negara telah mengirim surat ke Kepala Kejakksaan Tinggi Bengkulu tertanggal 27 Januari 2016 dengan Nomor: B-511/Kemensetneg/D-2/DM.03/01/2016. Menindaklanjuti surat itu, pihak Kejaksaan Tinggi Bengkulu juga telah mengirim surat ke Kejari Manna tanggal 19 Februari 2016. Yang intinya supaya memproses kasus dugaan Korupsi dana DID ini," jelas Belrahmat.
Atas dasar itulah, lanjut Belrahmat, FPKBS mendesak pihak Kejaksaan Negeri Manna segera memproses baik penyelidikan maupun penyidikan kasus dugaan korupsi di Dinas Dikpora Bengkulu Selatan.
"Selama ini seakan tenggelam. Tidakk jelas statusnya, padahal kasus ini sudah ditangani sejak tahun 2013 lalu. Dari dulu tetap penyelidikan terus, tidak pernah ditingkatkan jadi penyidikan. Ini menimbulkan pertanyaan. Ada apa di balik kasus ini?," tanya Belrahmat.
Berdasarkan data dari FPBKS pula, dari Nota Kesepakatan antara DPPKAD dan Dikpora Bengkulu Selatan Nomor: 900/109/DPPKAD/2012 dan Nomor: 900/152/DIKPORA/A.1/2012 tanggal 14 Februari 2012 tertera bahwa besaran dana DID yang dialokasikan untuk kegiatan rehab sedang/berat runag kelas sekolah. Antara DPPKAD dan Dikpora sepakat mengalokasikan dana sebesar Rp 3 Milyar.
"Dari data kami, yang ada MOU antara DPPKAD dan Dikpora Bengkulu Selatan hanya Rp 3 Milyar. Sedangkan dana dari Kementerian Keuangan tertera Rp 2,3 Milyar. Pertanyaannya, sisanya kemana? itulah yang minta kepada aparat hukum supaya mengusutnya sampai tuntas. Kalau Kejari Manna tetap tidak memproses kasus ini, kami akan lapor Ke Jaksa Agung," jelas Belrahmta.
Sudah ditindaklanjuti
Menanggapi hal tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Manna Rohayatie mengungkapkan bahwa instansinya siap melanjutkan proses hukum terhadap dugaan penyalahgunaan Dana Insentif Daerah (DID) di Dinas Pendidikan, Pemuda, dan olahraga Kabupaten Bengkulu Selatan tahun anggaran 2012 senilai Rp 20,3 Milyar.
Rohayatie membenarkan bahwa kasus tersebut pernah diusut pada tahun 2013 dan tahun 2015, namun masih dalam tahap penyelidikan.
"Kejari pernah dua kali mengeluarkan surat perintah penyelidikan. Yang pertama tahun 2013 dan yang kedua tahun 2015. Sedangkan saya sendiri baru bertugas di Kejari Manna ini tahun 2016. Kami sudah diskusi ke pimpinan masalah dana DID ini, ini akan tetap kita teruskan. Namun akan kita pelajari. Perlu adek-adek wartawan ketahui, penyidik-penyidik yang lama yang dulunya menangani kasus DID ini sudah banyak yang tidak bertugas di sini lagi," tutur Rohayatie.
Untuk tahap awal, Kajari mengaku telah memanggil dua orang untuk dimintai keterangan. Namun kedua orang itu berhalangan hadir. Ke depannya tidak menutup kemungkinan akan memanggil pihak-pihak lainnya.
"Sebenarnya kemarin (16/3/16) kami sudah memanggil dua orang untuk dimintai keterangan terkait hal ini. Satu di antaranya adalah Bendahara DPPKAD. Namun mereka berhalangan hadir. Untuk itu, akan kita jadwalkan ulang pemanggilannya," tandas Rohayatie.
Kajari juga membenarkan bahwa adanya laporan dari salah satu LSM kepada Presiden RI. Namun menurutnya, hal itu merupakan sesuatu yang wajar. "Memang betul ada laporan salah satu Ormas atau LSM ke Presiden melalui sekretariat Negara. LSM-nya jelas. Itu memang hak mereka untuk melapor,"pungkas Rohayatie. (Apdian Utama)