MESKI berpeluh keringat di usianya yang telah senja, tak terbersit rasa letih dari bibirnya. Indra Azwan (57) pria kelahiran Malang 21 Desember 1959 itu, terus mengayunkan kakinya, perasaan lelah dilumatnya dalam-dalam demi mencari keadilan atas kematian anaknya yang meninggal akibat tabrak lari pada tahun 1993.
Zefpron Saputra, Kota Bengkulu
Indra merupakan ayah dari Rifky Andika yang kelahiran tahun 1981. Anak sulung kesayangan Indra tersebut diduga tewas ditabrak oleh seorang polisi bernama Joko Sumantri. Kasus tabrak lari tersebut baru dibawa ke pengadilan pada tahun 2008 namun Joko diputus bebas karena kasusnya dianggap telah kedaluwarsa.
Indra pun merasa keadilan untuk anaknya digantung diatas langit pengadilan karena itulah ia harus berjalan kaki mencari keadilan.
"Oknum pengadilan militer sengaja memperlambat penyerahan berkas kasus anak saya yang ditabrak lari oleh oknum polisi pada tahun 1993. Saat itu ia berusia 12 tahun, kemudian saya menggelar aksi jalan kaki," kata Indra Azwan yang beralamat di Jalan Genukwatu Barat Gang II No. 95 Malang Jawa Timur, Kamis (24/3/2016).
Saat dijumpai di Kantor Gurbenur Bengkulu, ia pun menceritakan kisahnya. Aksi jalan kaki Malang-Jakarta sudah dimulai sejak tahun 2010, ia sempat bertemu presiden ke 6 saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Keadilan pun tak kunjung tiba. Pada Maret 2012, ia kembali melakukan perjalanan dari Malang dan baru tiba di Jakarta pada 18 Maret 2012.
Keinginan Indra Azwan tak terhenti disitu, ia pun memutuskan untuk hijrah (pergi) ke Mekkah sebab berharap kepada Presiden sekalipun tak membuahkan hasil. Pintu Istana seakan menutup ruang keadilan bagi dirinya. Ia telah menempuh Malang-Jakarta sebanyak 4 kali, lalu Malang-Mekkah.
Perasaannya masih seperti Pungguk merindukan sang Bulan, keadilan yang diharapkan belum juga tiba. Jalan terjal pun mesti dilaluinya, Indra mulai berpikir untuk menggalang dukungan sepanjang Sabang-Marauke dengan menempuh jalan kaki sejauh 8.514 Kilometer.
"Saya akan selalu meminta doa restu dari masyarakat yang saya jumpai, dan bersilaturrahmi dengan pemerintahan setempat untuk meminta dukungan demi mencari titik terang keadilan," ungkapnya sambil menggengam erat tiang merah-putih yang dibawahnya.
Aksinya berjalan kakai keliling Indonesia ini telah dimulai sejak tanggal 9 Februari 2016. Sambungnya, ia start dari Aceh dimulai dari Masjid Baiturrahman dan nanti target akhir adalah Bali, setelah mengelilingi semua Provinsi yang ada di Indonesia.
Provinsi yang sudah disinggahi antara lain adalah Aceh, Medan, Riau, Kepri, Sumatra Utara, Jambi dan saat ini Bengkulu. Saat ini Indra beristirahat di Kota Bengkulu. Ia merencanakan akan melanjutkan perjalanan 2 hari kedepan.
"Yang bisa menghentikan langkah saya hanya ada 2, pertama Presiden RI menemui untuk membayar janjinya, kedua jika Allah memanggil saya dalam aksi ini. Namun jika saya meninggal akan tetap ada penerus dari keluarga yang akan melanjutkan perjuangan saya dalam menuntut keadilan," jelas Indra.
Perjuangan Indra mungkin mewakili rakyat kecil di negeri ini yang merindukan keadilan dimana penguasa yang masih tajam ke bawah dan tumpul keatas. Ia merasa Pengadilan seperti lembaga sandiwara, sebab yang diputus selalu atas nama "Demi Keadilan", namun tak pernah diwujudkan.
Aksi ini bertujuan agar penguasa di Indonesia dapat memperhatikan rakyat kecil, lanjutnya, jangan janji saja. Ia ingin menjadi pioner (pendobrak) keadilan meskipun maut memanggilnya. Banyak yang juga teraniaya, namun tidak berani berbuat apa-apa. Ia mengajak semua pihak, ayo kita rebut keadilan ini dari tangan-tangan penguasa. Ayo tuntut keadilan itu dari tangan-tangan penguasa.
"Jika bertemu Presiden RI Joko Widodo ada tiga hal yang akan disampaikan, pertama menuntut keadilan atas kematian anak saya. Kedua, melaporkan pejabat Badrudin Haiti tentang kebohongan publik. Ketiga menyampaikan amanah saudara yang di Aceh (para mantan anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang juga sama mencari keadilan.
Rasa simpati ditunjukkan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bengkulu, Sumardi. Ia mengatakan salut dengan Indra Azwan, salah satu warga negara Indonesia yang ingin menunjukkan kepada dunia bukan hanya Indonesia, bahwa ia pernah merasakan ketidakadilan.
"Ia ingin menyampaikan pesan melalui jalan kaki kepada seluruh warga Indonesia, bahwa masih ada ketidakadilan kepada keluarganya setelah 70 tahun merdeka," ungkapnya.
Kita prihatin sekaligus memberikan dukungan yang luar biasa. Kampanye kesabaran yang beliau alami, itu adalah koreksi bagi kita semuanya, sambungnya, semoga dalam perjalannannya selalu sehat dan kita harus berjuang, bangkit dan damai, amin.