BENGKULU, PB - Pekatnya kekeruhan air Sungai Bangakulu yang selama ini disebut-sebut akibat dari limbah sejumlah perusahaan pertambangan di hulu sungai dibantah oleh Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Bengkulu. Alih-alih berasal dari perusahaan tambang, dalam dua kali penelitian, BLH Provinsi Bengkulu justru menemukan penyebab terbesarnya bersumber dari limbah domestik atau rumah tangga.
Baca juga : Pencemaran Sungai Bangkahulu, Berharap Pada Gubernur Baru
"Setiap tahun kalau sudah masuk musim hujan dan musim kemarau Sungai Nelas, Sungai Bangkahulu dan Sungai Ketahun selalu kami pantau. Hasil pengujian laboratorium kami, memang beberapa sungai melebihi baku mutu. Tapi dalam dua periode pamantauan, terakhir tahun kemarin, limbah diakibatkan oleh aktifitas manusia itu sendiri atau limbah domestik," kata Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan dan Pengolahan Limbah pada BLH Provinsi Bengkulu, Zainubi, Jum'at (11/3/2016).
Secara khusus mengenai Sungai Bangkahulu ia menjelaskan, secara fisik sungai ini sudah mengalami banyak perubahan. Pencemaran, kata dia, sekira 70 persen disumbangkan oleh limbah domestik, pertanian sekira 4 persen, sedangkan industri hanya 2 persen. Ia menyebutkan beberapa faktor domestik yang dominan itu seperti perkembangan penduduk, perkembangan pertanian dan persawahan, serta pola hidup masyarakat yang tinggal di sekitar area sungai.
Baca juga : Lewat Media Sosial, Gubernur Instruksikan BLH Kaji Pencemar Air PDAM
"Misalnya pertanian terbuka, itu bahan pupuk ikut mencemari sungai. Banyak juga warga masyarakat yang mendirikan aliran sepiteng langsung ke sungai. Penggunaan sabun seperti Rinso juga berpengaruh ke sungai. Kalau di bawah tahun 1990, kondisi sungai tidak separah sekarang, karena dahulu penduduknya masih sedikit," urai Zainubi saat melakukan pemeriksaan kadar air terhadap sejumlah titik Sungai Bangkahulu.
Menurut Zainubi, banyaknya batubara yang ditemukan di muara Sungai Bangkahulu juga tidak bisa dikatakan akibat limbah yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan pertambangan. Menurut dia, persoalan pencemaran ini sudah terjadi sejak di hulu sungai.
Baca juga : Banjir Besar Ancam Sungai Serut
"Kita contohkan hasil penelitian kita di Sungai Rindu Hati yang menjadi hulu sungai ini. Disana tidak ada perusahaan tambang. Karena di bawahnya banyak batubara, meski airnya jernih, tapi tingkat pencemarannya lebih tinggi daripada air yang di muara sungai. Batubara di bawah Sungai Rindu Hati itu kemudian akibat aliran deras, tersenggol kayu dan batu, akhirnya pecah dan terbawa arus hingga ke muara sungai," urainya.
Agar PDAM Tirta Dharma Kota Bengkulu tidak mendistribusikan air yang tercemar, tambah Zainubi, ia menyarakan agar perusahaan milik Pemerintah Kota tersebut mengganti mesinnya dengan mesin yang terbaru atau berteknologi tinggi. Menurut dia, mesin PDAM Tirta Dharma merupakan sisa peninggalan Belanda sehingga tidak mampu lagi untuk memproses air secara baik.
"Ketika SPAM Regional Bengkulu selesai dibangun mungkin nanti bisa jadi solusi. Kemarin-kemarin kami sudah menganjurkan agar air PDAM diambil dari hulu sungai saja. Karena mesin PDAM ini kan kebanyakan masih peninggalan zaman Belanda dulu. Lihat Jakarta dan Surabaya. Mereka itu airnya lebih pekat lagi dari kita. Tapi mereka mampu mengatasi karena teknologi mereka sudah bagus," ungkapnya.
Sementara Sekretaris Komisi III DPRD Kota Bengkulu, Rena Anggraini, menyatakan, pihaknya masih akan menunggu hasil penelitian laboraturium untuk mencari tahu apa penyabab asal keruhnya air Sungai Bangkahulu. Menurutnya, sudah begitu banyak warga Kota Bengkulu yang menjadi korban akibat keruhnya air ini.
"Kita berharap oleh DPRD Kota Bengkulu periode jabatan 2014-2019 masalah air baku ini sudah selesai. Kami sudah menyampaikan hal ini kepada gubernur baru. Beliau sudah berkomitmen untuk bersikap tegas. Mudah-mudahan masalah ini bisa sesegera mungkin teratasi," demikian Rena.
Penelitian air bahan baku Sungai Bangkahulu ini sendiri dilakukan di sejumlah tiga titik. Diantaranya di aliran Sungai Kampung Klawi, Sungai Kembang Sri dan Sungai Rindu Hati. Penelitian dilakukan oleh tim peneliti dari BLH Provinsi Bengkulu yang membawa sejumlah peralatan. Air di ambil dari tengah-tengah sungai dengan harapan hasil yang didapatkan benar-benar hasil yang otentik. [RN]