Menyalahgunakan Sama Dengan Korupsi
BENGKULU, PB - Pengadaan mobil dinas (mobnas) untuk Kepala-kepala Lurah se Kota Bengkulu melanggar ketentuan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 7 Tahun 2006 tentang Standarisasi Sarana dan Prasarana Kerja Pemerintah Daerah.
Pun demikian, Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Bengkulu Elektison Somi, menilai, bilamana digunakan untuk operasional kelurahan, maka kebijakan tersebut tidak dilarang oleh peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Baca juga : Mobil Dinas Bukan untuk Kepala Lurah
"Kalau untuk operasional boleh. Tidak ada aturan yang dilanggar. Tapi penggunaannya harus betul-betul selaras dengan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi kelurahan," katanya saat diwawancara, Jum'at (29/4/2016).
Diketahui, kelurahan merupakan pembagian wilayah administratif di bawah kecamatan. Lurah merupakan perpanjangan tangan kepala daerah yang harus memiliki kantor pemerintahan, memiliki jaringan perhubungan yang lancar, sarana komunikasi dan fasilitas umum yang memadai.
Kelurahan bertugas penuh untuk menyelenggarakan urusan pemerintahaan, pembangunan dan kemasyarakatan serta urusan yang dilimpahkan oleh Wali Kota sesuai dengan kebutuhan kelurahan dengan memperhatikan prinsip efisiensi dan peningkatan akuntabilitas.
Ia berfungsi untuk melaksanakan kegiatan pemberdayaan masyarakat, menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban umum, mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas umum, membina lembaga kemasyarakatan, membina dan mengendalikan administrasi RT/RW, melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya, serta melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Wali Kota.
Baca juga : Gunakan Mobil Dinas, Walikota Jemput Penderita Tumor Perut
"Kepala Lurah yang menjadi unsur tertinggi dalam organisasi kelurahan layak untuk mengendalikan setiap sarana dan prasarana yang dimiliki oleh kelurahan. Hanya saja tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi," sambung Elektison, sosok yang sering memberikan penyuluhan hukum di kelurahan-kelurahan ini.
Bila digunakan untuk kepentingan pribadi, tambahnya, maka hal itu sama halnya dengan penyalahgunaan kewenangan. Bahkan pada sisi tertentu, pria yang meraih gelar doktornya dari Universitas Padjadjaran tahun 2006 ini menilai bahwa penyalahgunaan itu berpeluang mengandung unsur tindak pidana korupsi.
"Bilamana penyalahgunaan itu mengakibatkan timbulnya kerugian negara, maka sanksinya berbentuk pidana. Namun bilamana penyalahgunaan itu ditimbulkan hanya karena persoalan administrasi, maka hanya mendapatkan teguran dari atasan," demikian Elektison. [RN]