BENGKULU, PB - Wakil Wali Kota Bengkulu Patriana Sosialinda sudah sangat dikenal dimasyarakat terutama dalam menangani permasalahan sosial. Linda, sapaan akrabnya, mempunyai jaringan yang kuat dan kemampuan komunikasi yang baik dengan sejumlah penggerak dan penggiat sosial. Komitmen kuat untuk mencerdaskan, menyehatkan dan mensejahterakan sumber daya manusia Bengkulu terutama kaum perempuan dan anak menjadikannya terdepan sebagai pemersatu antar stakeholder di Kota Bengkulu.
Baca juga : Kekerasan Terhadap Perempuan di Bengkulu Masih Tinggi
Pada Kamis (28/04), di ruang perteman Gunung Bungkuk Sekretariat Kota Bengkulu, Linda membuka secara langsung 'Diskusi Kritis Periodik Forum Multi Stakeholder Kota Bengkulu'. Tampak sejumlah Pejabat dilingkup Pemkot Bengkulu, Tokoh masyarakat yang berasal dari ulama yakni ketua FKUB kota Bengkulu Rasyid Ibrahim dan Ketua Forum Kota Sehat Kota Bengkulu Arifin Daud. Selain itu juga diskusi yang digagas oleh Cahaya Perempuan WCC Bengkulu ini juga menghadirkan sejumlah aktivis perempuan seperti Titik dan Juniarti Boermansyah.
Dalam sambutannya, Wawali Linda menekankan bahwa permasalahan sosial terhadap Perempuan dan Anak seperti kasus Angka Kematian Ibu (AKI) dan kasus Angka Kematian Bayi (AKB), KDRT, Pelecehan Seksual dan sejesnisnya masih dipandang sebelah mata oleh sejumlah masyarakat. “Masalah sosial ini (Perempuan dan Anak) jangan dianggap remeh,” katanya.
Upaya untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir harus melalui jalan yang terjal. Terlebih kala itu dikaitkan dengan target Millenium Development Goals (MDGs) 2015, yakni menurunkan angka kematian ibu (AKI) menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup, dan angka kematian bayi (AKB) menjadi 23 per 100.000 kelahiran hidup yang harus dicapai. Untuk kota Bengkulu AKI mengalami peningkatan. Ditahun 2014 AKI mencapai 9 kasus sedangkan 2015 meningkat menjadi 15 kasus. Rata-rata kasus yang terjadi akibat pendarahan pasca kelahiran.
Dikatakannya bahwa permasalahan perempuan dan anak selama ini ditangani setelah terjadi laporan atau kasus, bukan menyelesaikan dari bagian hulu atau akarnya. Melalui diskusi tersebut diharapkan ada kemauan dan empati dari para stakeholder untuk melakukan tindakan preventif berupa sosialisasi mengenai perlindungan hak-hak perempuan dan anak. “ Kita harus tingkatkan integritas moral dan empati untuk mengatasi ini,” tegasnya.
Dari sejumlah data bahwa saat ini sudah ada sekira 7400 ibu hamil dikota Bengkulu. Diantaranya terdapat 300 ibu hamil yang terindikasi mengalami resiko tinggi (resti). Sedangkan untuk kasus KDRT yang di Kota Bengkulu, sepanjang tahun 2015 terdapat 16 kasus sedangkan hingga Maret 2016 sudah ada 14 kasus. [RLS/BIS]