[caption id="attachment_21277" align="alignleft" width="300"] Ilustrasi[/caption]
BENGKULU SELATAN, PB - Meskipun sempat digugat ke Mahkamah Konstitusi, polemik Tapal Batas (Tabat) antara Kabupaten Bengkulu Selatan dengan Kabupaten Seluma hingga sekarang masih belum tuntas. Akibatnya, warga yang tinggal di perbatasan sering menjadi korban. Seperti halnya 17 Kepala Keluarga (KK) yang ada di Desa Selali Kecamatan Pino Raya Kabupaten Bengkulu Selatan.
Baca juga: Pemda Diminta Turun Tangan Soal Batas Desa Bandar Agung – Batu Kuning
Sedangkan dari versi Desa Selali, ke 17 KK tersebut masuk dalam wilayah Bengukulu Selatan. Namun data kependudukan dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) ke 17 KK tersebut masuk ke desa Serian Bandung Kabupaten Seluma.
Dijelaskan Kepala Desa selali Akbali Zuriwan, meskipun ke 17 KK tersebut memegang KTP Seluma, namun mereka tetap bersikukuh masuk penduduk Desa Selali dan enggan disebut warga Kabupaten Seluma.
"KTPnya Seluma, tapi mereka itu berdomisili dan masuk warga Selali Bengkulu Selatan. Hak mereka sebagai warga Selali selalu saya berikan, termasuk menerima raskin. Meskipun ber KTP Seluma, mereka tidak pernah menerima bantuan dari Seluma," cerita Kades.
Sambung Kades, sebenarnya ke-17 KK tersebut mau mengurus surat pindah kependudukan ke Kabupaten Bengkulu Selatan, namun karena masalah tapal batas ini masih berpolemik, pihak pemerintahan Kabupaten Selum belum berkenan mengeluarkan surat pindah.
Ironisnya lagi, setiap ajang Pemilihan Umum (Pemilu) ke-17 KK tersebut tidak pernah memnerikan hak suara alias Golput. Hal tersebut lantaran mereka tidak terdaftar sebagai pemilih di TPS Kabupaten Seluma maupun di Bengkulu Selatan.
"Waktu pemilihan Presiden, Pemilihan Dewan, Pilgub dan Pilbup kemarin mereka itu Golput karena tidak masuk DPT baik di Desa serian Bandung seluma, maupun di selali Bengkulu Selatan. Bahkan waktu Pemilihan Kepala Desa, mereka juga Golput," tandas Kades.
Kasus lainnya, lanjut Kades, seperti yang dialami oleh Isman Sadito terkendala pada saat anaknya mau masuk Sekolah Dasar (SD). Karena memegang KTP Seluma, Isman nyaris tidak bisa bersekolah di SD Desa Selali. Padahal dirinya berdomisili di sana.
"Waktu itu sempat ditangani Dinask Dikpora. Solusinya saya keluarkan surat keterangan domisili, karena keyakinan saya Isman Sadito itu masuk dalam desa Selali, dan dia juga warga saya. Akhirnya baru bisa diterima di SD," tukas Kades.
Kesulitan lainnya, terus Kades, untuk daerah perbatasan pembuatan sertifikat tanah milik warga juga tidak bisa diproses oleh Kantor Pertanahan. Di samping itu, beberapa program pemerintah tidak bisa direalisasikan di daerah perbatasan.
"Misalnya pada tahun ini desa kami mendapat program IP4T dari Kantor Pertanahan Bengkulu Selatan, namun karena belum adanya kejelasan tapal batas ini, terpaksa dibatalkan dan diganti dengan desa yang lain," ujar Akbali Zuriwan.
Untuk itu, mewakili Masyarakat Desa Selali, Kades berharap kepada Pemerintah Kabupaten Bengkulu Selatan untuk segera menyelesaikan persoalan tapal batas tersebut. Supaya kasus ini tidak berlarut-larut dan tidak membawa kerugian yang lebih besar lagi. (Apdian Utama)