SOLUSI dan cara pandang pemerintah atas kasus kekerasan seksual dan pembunuhan gadis belia, Yuyun (14) yang dilakukan oleh 14 remaja Desa Kasie Kasubun, Padang Uluk Tanding, Rejang Lebong, bisa dibilang masih sebatas retorika politik.
Pemerintah berharap penerapkan hukuman suntik kebiri para predator kekerasan seksual bisa jadi jawaban efektif dan shock therapy untuk menekan aksi kriminalitas. Pendekatan pidana inilah yang disebut pendekatan hitam-putih alias kacamata kuda pemerintah.
Seorang guru besar kriminologi di Belanda, Herman Bianchi (1985), sudah jauh hari mengingatkan, “strafrecht is een slecht recht”, penerapan hukum pidana adalah penerapan hukum yang jelek. Pendeknya, solusi umum itu tidaklah memadai untuk menjawab dan menekan tindakan kriminalitas yang terjadi diberbagai daerah.
Kekerasan seksual diberbagai tempat dipicu oleh berbagai faktor, baik faktor pendidikan, sosial, ekonomi, keamanan, psikologi, kebebasan informasi dan beragam masalah lainnya yang perlu dilokalisir. Sebab itu pemerintah perlu gunakan kacamata mikroskopis agar bisa melihat detail masalah yang terjadi dilapisan bawah.
Jika kejahatan tersebut sudah bersifat kolektif atau jamak dilakukan oleh masyarakat maka pendekatan hukum belaka percuma dan sia-sia. Sebab di wilayah kasus ini terjadi, termasuk Desa Kasie Kasubun, dikenal sebagai daerah rawan kejahatan. Masyarakat lokal menyebutnya sebagai “sarang begal”.
Kondisi ini terjadi karena sejak lama wilayah ini terperangkap dalam kubang kemiskinan. Kehidupan Yuyun adalah contoh bagaimana kemiskinan menyelimuti keluarganya yang tinggal di rumah yang masih berdinding papan-papan bekas. Ia (saat masih hidup) lebih memilih membeli papan buat rumah ketimbang handphone. Meski memiliki lahan pertanian namun tidak produktif untuk menutupi kebutuhan hidup.
Ini adalah contoh rata-rata kondisi penghidupan masyarakat setempat yang masih berkategori masyarakat pra sejahtera atau sangat miskin dengan sarana perumahan yang tidak layak, konsumsi gizi yang rendah dan pendidikan yang kurang.
Berdasarkan Sensus BPS (2012), angka kemiskinan di Rejang Lebong mencapai 13,60 persen atau setara 33.640 jiwa dari total penduduknya yang mencapai 246.787 jiwa. Dari data itu diketahui 5.439 Kepala Keluarga (KK) pra- sejahtera maka sebanyak 1.638 KK atau 30,3 persen berada di Padang Ulak Tanding.
Karena faktor kemiskinan menyebabkan pula Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di wilayah ini tergolong rendah hanya 60 poin dari standar rata-rata 80 poin, yakni minim sarana kebutuhan dasar, pendidikan dan kesehatan yang tidak terjangkau warga setempat.
Intinya, pemerintah jangan pura-pura tidak tahu kalau masalah sosial di wilayah itu terjadi karena kemiskinan struktural akibat tidak meratanya pembangunan.
Sejauh ini masalah kemiskinan di wilayah itu tidak terbersit dari bibir para menteri-menteri yang bertandang ke desa itu. Padahal, Kadivhumas Mabes Polri Brigjen Boy Rafli Amar mengakui pemicu utama tragedi Yuyun adalah kondisi pendidikan dan kemiskinan yang membelit.
Olehnya itu, Pemerintah diharapkan mampu membuka akses pekerjaan di wilayah itu, menaikkan standar kehidupan dan pendapatan petani, serta memajukan produktifitas usaha, disamping memperbaiki pelayanan dasar masyarakat setempat.
Pendekatan kesejahteraan adalah langkah pertama yang mesti diambil pemerintah, karena kefakiran sangat dekat dengan kekufuran dan kriminalitas. Apalagi tugas mensejahterakan rakyat adalah tanggung jawab konstitusional pemerintah. Dengan begitu, maka semoga kehidupan yang sentosa, adil dan damai bisa dicapai dikemudian hari oleh rakyat kita!