Informasi: Kirimkan tulisan kegiatan Ramadhan anda dilengkapi foto kegiatan dan KTP. Kirim ke email: pedomanbengkulu@gmail.com. Semoga berkah Ramadhan Rp 200.000 bisa anda menangkan. Program Berita Ramadhan Berhadiah ini dipersembahkan oleh Anggota DPD RI, Riri Damayanti John Latief, S.Psi. Marhaban ya Ramadhan. Mari tingkatkan amal ibadah di bulan suci ini. Selamat menunaikan ibadah puasa Ramadhan 1437 Hijriah
Radiat Setiawan
KEMUNCULAN para gepeng di berbagai pusat kota seringkali menimbulkan keresahan bagi masyarakat, sebab profesi mengemis atau meinta-minta di bulan Ramadhan seperti menjadi tradisi. Dan hal ini tentu tidaklah baik.
Momen Ramadhan sebagai momen yang baik untuk beramal dan memperbanyak pahala ini kerap kali dimanfaatkan para pengemis palsu atau gepeng dadakan untuk mengumpulkan kepingan rupiah demi rupiah, bukan untuk mencari seuap nasi tapi untuk mempertebal kantong segilintir orang.
Mereka datang dari berbagai tempat, dan menyebar ke pusat kota, khusunya di setiap persimpangan-persimpangan lampu merah. Tak heran setiap tahunnya di bulan Ramadhan, jumlah pengemis di kota besar selalu meningkat tajam.
Berita tentang pengemis palsu ini paling sering terdengar di Jakarta. Ketika saya menghidupkan TV atau membaca berita media online, maka persolan Satpol PP Jakarta mengejar pengemis jalanan rutin tersiarkan.
Beberapa kali pemerintah telah berupaya untuk menanggulangi para pengemis palsu ini. Di Jakarta sendiri, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Raya (Jaya) telah mengeluarkan peraturan daerah (Perda) Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan (K3), salah satunya adalah dengan memberi sanksi hukuman berupa denda Rp 150.000 - Rp 300.000 atau hukuman kurungan selama dua bulan terhadap orang-orang yang tertangkap basah memberi sedekah kepada para pengemis di jalan raya atau di tampat-tempat umum.
Namun, kebijakan Pemrov Jakarta tidak serta-merta membuat para pengemis palsu kapok untuk mencari nafkah dengan cara mengemis ke ibu kota. Terbukti dengan jumlah pengemis palsu yang semakin banyak dan menyebar di setiap sudut kota. Sehingga peraturan K3 ini seolah-olah hanya jadi peraturan tertulis yang realisasinya tidak ada.
Ironisnya, perilaku mengemis bukan hanya akibat dari masalah ekonomi. Namun, salah satunya dipengaruhi oleh kultur yang menganggap kemiskinan sebagai suatu kebudayaan (culture of proverty) atau suatu subkultur yang menjadi tradisi turun-temurun yang menganggap kemiskinan sebagai nasib dan takdir Tuhan dan pilihan satu-satunya yang harus diambil untuk mencari nafkah adalah dengan mengemis.
Contohnya di Desa Pragaan Daya, Kecamatan Pragaan, Kabupaten Sumenep, Pulau Madura, Jawa Timur. Sekalipun MUI di Kabupaten Sumenep sudah mengeluarkan fatwa haram untuk mengemis jika masih merasa mampu mencari uang dengan cara yang terhormat. Tetap saja para penduduk Desa Pragaan Daya menjadikan mengemis sebagai profesi dan sebuah tradisi yang sudah turun-temurun. Dari uang hasil mengemis tersebut, penduduk di sana bisa memenuhi kebutuhan primer, sekunder bahkan tersier.
Bisa dipastikan mengemis menjadi hal yang sangat menjanjikan dibandingkan dengan bekerja keras. Tanpa harus bersusah dan bekerja keras uang bisa begitu saja mengalir ke tangan. Dampaknya tentu saja tidak bisa disepelekan. Sedekah dan infak yang seharusnya diterima oleh orang-orang yang berhak menerimanya tidak tersalurkan sebagaimana mestinya. Padahal ada begitu banyak orang yang lebih berhak untuk mendapatkan sedekah dan infak kita.
Agar tidak merasa serba salah dalam bersedekah atau berinfak ada baiknya kita lebih selektif saat memberi dan menyalurkan sedekah atau infak kita. Ada lembaga-lembaga resmi yang bisa membantu memudahkan kita menyalurkannya pada orang-orang yang lebih berhak seperti BAZIS (Badan Amil Zakat, Infak dan Shadaqah) dan BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional).
Lantas siapa saja yang lebih berhak menerima sedekah atau infak? Seperti firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 177:
"Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan ke barat, tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan (musafir), peminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan salat dan menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janji apabila berjanji, dan orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan dan pada masa peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar, dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.”
Jelas sekali di sana disebutkan yang berhak menerima infak dan sedekah kita adalah kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan (musafir), peminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya.
Jadi. Menurut saya memberi bantuan kepada para pengemis boleh saja, tetapi lebih baik itu diserahkan melalui pengelola zakat. Semoga kemunculan pengemis dadakan di Bengkulu dapat ditekan sebelum berkembang terlampau jauh.*
*Cendrawasih Nomor 4, Kelurahan Kebun Geran, Ratu Samban