BENGKULU, PB - Keluarga Edi Susanto (36) dan Yeti (30) berduka setelah anak laki-laki sematawayangnya, Abdulrahim Muhammad Yusup (9 bulan) meninggal dunia pada Minggu (19/6/2016) pukul 01.00 WIB di Rumah Sakit Umum Daerah M Yunus (RSMY).
Warga Jl. Nala 3 nomor 19 RT/RW 4/1. Anggut Bawah, Ratu Samban, Kota Bengkulu itu sangat kecewa dengan pelayanan RSMY yang dinilainya berbelit-belit dan lamban sehingga menjadi penyebab kematian anaknya. "Awalnya anak saya mencret, setelah dirawat rumah selama 2 hari oleh bidan di Sentiong, lalu di rujuk ke RSMY pada Jumat siang, pukul 13.00 WIB," katanya.
Perawatan yang diberikan kepada Abudulrahim selama 3 hari dinilai tidak maksimal. Sejak awal di bawa ke RSMY tidak mendapat pelayanan baik karena hanya ditempatkan di ruang perawatan umum padahal kondisinya sudah kritis. "Setelah seharian, baru anak saya dipindahkan ke ruang Intensive Care Unit (ICU)," tuturnya.
Di ruang ICU, Abdulrahim hanya mendapatkan perawatan sehari. Lalu dipindahkan ke ruang perawatan anak, Edelweiz. "Kita tidak tahu kondisi anak itu badannya sehat atau tidak karena itu soal medis, tapi kata pihak dokter tinggal pemulihan," ungkap Edi.
Perawatan yang diberikan kepada anaknya selama berada di ruang Edelweis juga tidak maksimal. Pasalnya, saat kondisi Abdulrahim semakin droup tidak mendapat perhatian dari perawat di ruangan itu. Bahkan, saat Yeti, ibu korban meminta untuk dilihat kondisi nafas anaknya yang sesak, pihak perawat malah mengabaikan. "Masih ada satu dua nafasnya itu," ungkap Yeti yang menirukan ucapan perawat diruangan tersebut.
Pihak perawat, sambungnya, berkali-kali menunda permintaan dirinya untuk memindahkan kembali sang anak ke ruang ICU.
"Saya minta pelayanan tidak dilayani, minta dipindahkan namun tidak dipindahkan dengan alasan dokter tidak ada. Pihak perawat juga beralasan pemidahan anak saya tidak bisa dilakukan karena tidak ada indikasi (kritis-red)," ungkapnya sambil mengelus dada.
Lanjutnya, saat itu masih pukul 05.00 WIB, ia pun dengan sikap memohon agar anaknya dibawa ke ruang ICU, tapi perawat meminta untuk menunggu sampai jam 06.00 WIB. "Namun baru di pindahkan pukul 21.00 WIB setelah kondisi badan anak saya bengkak, pupil matanya membesar, sulit bernafas, dan tidak sadarkan diri dan lemas," ungkapnya.
Setelah berada di ruang ICU selama 12 jam, korban pun meninggal dunia. Dan dimakamkan hari itu juga, pukul 18.00 WIB.
Masalah pun belum selesai, pihak RSMY bahkan melarang korban yang telah meninggal untuk dibawa pulang oleh pihak keluarga dengan alasan belum membayar tagihan rumah sakit untuk hari pertama sebesar Rp 8.000.000. "Kami baru bisa ambil anak kami untuk dimakamkan setelah memberikan uang tebusan Rp 3.000.000 dan jaminan lainnya," keluh Yeni dengan isak tangis.
Yeni mengKhawatirkan jumlah tagihan yang dituntut pihak RSMY bisa lebih besar lagi, pasalnya Kartu BPJS miliknya dengan Nomor 0002065603825 oleh pihak RSMY disebut tidak berlaku. "Percuma ada kartu BPJS, tapi tidak ada manfaatnya untuk membantu warga miskin seperti kami," terangnya.
Dia berharap ada pihak pemerintah atau masyarakat yang dapat membantu meringankan beban keluarga nelayan itu. "Kami bukan saja terpukul dengan kehilangan anak laki-laki kami, tetapi juga kami harus membayar tagihan yang bisa mencapai puluhan juta," demikian Yeni.
Hingga berita ini diturunkan pihak RSMY belum dapat dikonfirmasi. (Yn)