BENGKULU, PB - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) telah meminta agar tidak ada tindakan kriminalisasi dalam penegakan hukum, khusunya dalam penagakan kasus korupsi.
Hal ini disampaikan menyikapi perintah Presiden Joko Widodo, terhadap kinerja Kejaksaan RI. Menyikapai hal itu, Kepala Kejaksaan Tinggi Bengkulu Ali Mukartono menegaskan jika di Provinsi Bengkulu tidak ada diskresi yang dikriminalisasi.
Kebijakan diskresi tersebut menyangkut 5 item, yakni, Pertama adalah kebijakan diskresi yang tidak bisa dipidanakan atau dikriminalisasi.
"Saya menjadi Kajati disini awal tahun, sehingga intruksi Presiden itu. Berarti sebelum saya. Kita baru tahu pertemuan di Istana Bogor, dimana instruksi presiden masih belum banyak dijalankan. Sehingga saya yakin, tidak ada diskresi yang dikriminalisasi," tegasnya, Rabu (21/07).
Kedua, aturan di badan pemeriksa keuangan jelas mana yang pengembalian mana yang tidak. Kerugian BPK diberi peluang 60 hari ini juga harus dicatat.
Terkait hasil kerugian terhadap BPK (Badan Pemeriksaan Keuangan) sendiri. Selama ini terus memenuhi petunjuk yang berlaku.
"Saya evaluasi diri saya sendiri, bahwa lima hal itu sudah dijalankan. Saya pastikan itu,untuk kerugian kita terus berpedoman pada aturan berlaku," tambahnya.
Ketiga, tindakan administrasi pemerintahan juga sama tidak bisa dipidanakan. Polri dan Kejaksaan harus bisa bedakan tindakan yang betul-betul pidana atau nyolong dalam bahasa Presiden (Jokowi).
Keempat, kerugian negara yang bisa dipidanakan harus konkret, tidak mengada-ada. Dan terakhir, kelima, tidak diekspose ke media secara berlebihan sebelum dilakukan penuntutan.
Dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Berdasarkan Pasal 1 Angka 9 UU 30/2014, diskresi adalah keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh pejabat pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan.