JAKARTA, PB - Komisi VI DPR RI menyetujui privatisasi terhadap empat BUMN Tbk. Keempat BUMN yang mendapat persetujuan privatisas antara lain, PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT. Jasa Marga (Persero) Tbk, PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk, dan PT. Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk.
Wakil Ketua Komisi VI Dodi Reza Alex Noerdin mengatakan persetujuan privatisasi BUMN merupakan konsekuensi dari Penyertaan Modal Negara (PMN).
"Pemberian PMN pada BUMN tahun 2016 dalam APBN-P tahun anggaran 2016, diprioritaskan pada program pemerintah yang berguna untuk pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat," papar Dodi.
Meski diberikan persetujuan privatisasi terhadap empat BUMN tersebut, Komisi VI DPR RI memberikan catatan yang harus diperhatikan oleh pemerintah, diantaranya yang terpenting adalah mengutamakan pertumbuhan ekonomi yang bertujuan untuk mensejahterakan rakyat.
Selain itu, persetujuan ini harus mempertahankan kepemilikan porsi saham pemerintah dengan melakukan penerbitan saham baru atau right issue dengan menggunakan PMN dalam APBN-P tahun 2016.
Tak hanya itu, persetujuan pemberian PMN dalam APBN-P 2016 difokuskan pada tiga sektor. Diantaranya: pembangunan infrastruktur dan kedaulatan energi, kedaulatan pangan, serta program kelangsungan kredit usaha rakyat dan UMKM.
Komisi VI juga memberikan arahan, dalam pencairan PMN dilakukan dan dicatat dalam rekening terpisah. Selain itu juga yang tak luput dari perhatian Komisi VI adalah, PMN tidak digunakan untuk proyek kereta cepat, baik secara langsung ataupun tidak langsung.
"Kebijakan ini diputuskan Komisi VI dengan harapan tercipta BUMN penerima PMN dapat meningkatkan Good Corporate Governance (GCG)," pungkasnya.
Sebelumnya, Deputi Bidang Infrastruktur Bisnis Kementerian BUMN, Hambra Samal mengatakan Pemerintah tengah menggodok status BUMN yang telah listing di pasar modal atau terbuka (Tbk) dalam perusahaan induk (holding) yang akan dibentuk.
Di dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN merujuk kepada perusahaan atau badan usaha yang mana negara melakukan penyertaan langsung.
Oleh sebab itu, jika BUMN Terbuka sudah menjadi bagian dari holding maka negara tidak lagi melakukan penyertaan langsung.
Salah satu opsi yang tengah dikaji adalah entitas usaha holding BUMN tetap diperlakukan seperti BUMN, namun untuk tugas strategis. Langkah ini merupakan keinginan pemerintah dan DPR agar entitas usaha dapat diperlakukan seperti BUMN.
“Concern pemerintah adalah agar mereka yang sudah menjadi anak usaha tetap bisa diberikan penugasan. Pembahasannya sudah di level presiden dan menteri keuangan sudah menyampaikan bahwa sudah dibahas di sidang kabinet, namun belum clear semuanya,” jelasnya.
Dengan kata lain, pemerintah akan mempertahankan saham seri A yang terdapat pada entitas usaha tersebut.
“Kalau saham seri A dipertahankan, berarti hak-hak pemegang saham seri A adalah kontrol penuh seperti pengangkatan dan pemberhentian direksi tetap di pemerintah, pelepasan saham harus melalui persetujuan pemerintah, penggabungan atau peleburan tetap di pemerintah, hingga penyertaan modal BUMN ke perusahaan lain harus mendapatkan persetujuan dari pemerintah,” paparnya.
Oleh sebab itu, keberadaan saham seri A pada entitas usaha merupakan bagian dari upaya tetap diperlakukan seperti BUMN walaupun secara UU adalah entitas usaha.
“Artinya, mereka (anak usaha) bisa melakukan penugasan dari pemerintah, mereka tetap dikendalikan oleh pemmerintah dan tidak lari ke mana-mana alias satu garis pemerintah. Inilah yang tengah kita godok,” ungkapnya. [GP]