BENGKULU, PB - Sidang Praperadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pasar Panorma yang digelar hari ini, Senin (22/08) dengan agenda pembacaan replika dari pemohon berlangsung di ruang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Bengkulu. Baca juga: Lima Tsk PPN Panorama Ajukan Praperadilan.
Menurut kuasa hukum dari pihak pemohon, dalam hal ini tersangka yang ditetapkan oleh Kejaksaan Negeri Bengkulu diantaranya BS menjabati PNS Disperindag Kota Bengkulu, Pejabat Pembuat Komitmen berinisial SE, mantan Kepala Disperindag Kota Bengkulu berinisial Si, konsultan pengawas berinisial AY dan AF Direktur PT Sinar Intan, penetapan kelimanya sebagai tersangka tidak sah.
"Kita menilai pihak termohon tidak sah menetapkan tersangka, apakah bukti yang digunakan oleh termohon untuk menetapkan tersangka sudah memenuhi pasal 184 KUHAP," terang Firnandes Maurisya selaku salah satu kuasa hukum dari pihak pemohon.
Dalam unsur tipikor, sambungnya, adanya kerugian negara yang ditetapkan oleh BPK dan BPKP merupakan alat bukti utama. Menurutnya, bila hasil cek fisik dari ahli tim indenpenden Universitas Bengkulu, bukanlah alat bukti sebagaimana yang diatur dalam pasal 184 KUHAP.
Selain itu dari sepengetahuan pihak pemohon, meskipun jika ada kerugian negara tidak serta merta dapat dinyatakan tindak pidana, karena bisa saja hal tersebut dikarenakan kesalahan adiminstrasi atau lainnya.
Pihaknya juga menilai berlakunya atas keputusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014 terkait memberikan ruang dan kesempatan bagi para tersangka untuk menguji dalam sidang Praperadilan..
"Terakhir kita melihat penetapan tersangka yang berbarengan dengan perintah penyidikan dengan tanpa bukti yang cukup. Dengan demikian menurut kami, dalam penetapan tersangka atas pembangunan pasar panorama Kota Bengkulu, pihak termohon tidak memiliki bukti permulaan yang cukup," tutupnya.
Untuk diketahui, penetapan kelima tersangka ini dari berdasarkan laporan tim penyidik dan hasil evaluasi serta ekspose kasus korupsi PPN Panorama yang terjadi pada tahun 2011 dan 2012.
Pihaknya merincikan, diduga kerugiannya tahap 1 tahun 2011 Rp 1,5 miliar, sedangkan tahap II tahun 2012 Rp 1,6 miliar. Dalam kasus ini diduga terjadi ketidaksesuaian antara master plan yang direvitalisasi dengan fakta yang ada di lapangan serta adanya temuan-temuan lain.
Namun hingga saat ini, pihak Kejaksaan Negeri Bengkulu belum menjelaskan hasil audit investigasi terhadap jumlah kerugian negara dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Perwakilan Bengkulu (RU)