JAKARTA, PB - BMKG menyampaikan periode musim kemarau 2016 mengalami kondisi lebih basah. Pada bulan Juni 2016 lalu , BMKG pun memprediksi bahwa beberapa wilayah (27.2%) hingga saat ini belum memasuki musim kemarau dan masih terus terjadi curah hujan yang tinggi. Situasi ini menegaskan terjadinya `kemarau basah` atau sering dikenal pula `wet spell`.
"Jika mengamati statistik peristiwa El Nino dan La Nina pada 50 tahun terakhir, dapat disimpulkan bahwa `75% El Nino kuat dapat diikuti oleh munculnya La Nina," jelas Kepala BMKG Andi Eka Saky.
Berdasarkan Hasil monitoring dinamika atmosfer sampai dengan pertengahan Agustus 2016 menunjukkan indeks ENSO mencapai -0.51 yang berkorelasi dengan intensitas La Nina dengan berkategori lemah. "Sebagian besar lembaga internasional memprediksi terjadinya La Nina mulai ASO (Agustus, September, Oktober)," kata Andi.
Ia menambahkan bersamaan dengan La Nina terjadi fenomena Indian Ocean Dippole Mode (IOD) negatif sejak Mei 2016, kondisi ini diprediksi bertahan hingga November 2016. Sementara itu, anomali Suhu Muka Laut yang hangat disekitar perairan Indonesia akan menambah tingginya curah hujan di Sumatera dan Jawa bagian Barat.
Lebih lanjut, ia mengatakan, pada bulan Mei dan Juni 2016 titik panas disejumlah wilayah sudah mulai menurun. Tetapi pada Agustus 2016, titik panas kembali muncul di sejumlah wilayah seperti Riau, Kalimantan Barat dan Sumatera Selatan. Namun, kondisi ini tidak separah tahun 2015.
"Berdasarkan pemantauan BMKG, perkembangan Hot Spot pada September, Oktober, November, Desember hampir tidak ada," ungkapnya.
Hingga dasarian I Agustus 2016, sebanyak 253 ZOM (74%) sudah memasuki musim kemarau. Sementara sebanyak 89 ZOM (26%) yang belum masuk musim kemarau / masih mengalami musim hujan di periode 2015/16 diantara ZOM tersebut terdapat 12 ZOM diprakiran tidak mengalami kemarau (hujan sepanjang tahun 2016). Andi Eka menuturkan Awal Musim Hujan 2016/17 di sebagian besar wilayah Indonesia akan terjadi pada Agustus - November 2016 (92,7 %).
'Kita perlu meningkatkan kesiapan menghadapi musim hujan karena kondisi ini akan membawa dampak negatif dan postif ke berbagai sektor. Dampak positif, yaitu meningkatnya potensi luas tanam sawah, meningkatkan frekuensi tanam, ketersediaan air untuk pertanian dan waduk. Sedangkan beberapa dampak negatifnya antara lain:Peningkatan potensi banjir dan longsor, penurunan produksi kopi, tambakau, garam, tanaman buah tropika, dan tingginya gelombang mengganggu kegiatan nelayan," pungkasnya. [GP]