[caption id="attachment_33586" align="alignleft" width="300"] Ilustrasi[/caption]
JAKARTA, PB - Lazimnya para pemilik toko dan swalayan kerap menggunakan permen sebagai alat tukar pengganti uang kembalian yang nominalnya kecil. Padahal transaksi jual beli yang sah yang dilakukan oleh penjual dan pembeli melalui uang rupiah.
Karena itu, berdasarkan regulasi yang baru transaksi pengembalian uang dengan menggunakan permen dilarang. Dan sanksi tegas sudah menanti para pedagang yang bandel. Hal itu diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2011 tentang mata uang.
Dalam pasal 21 ayat 1 dengan jelas tertulis, rupiah wajib digunakan dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran. Jika diabaikan, dalam pasal 33 ayat 1 tertulis sanksi tegas berupa pidana kurungan paling lama satu tahun dan pidana denda paling banyak Rp 200 juta.
Seperti dilansir Loveindonesia.com, Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (Disperindagkop dan UMKM) Riza Pahlevi mengatakan, pihaknya sudah melakukan sosialiasi setelah aturan itu dikeluarkan.
“Beberapa kali kami temui mereka masih menggunakan permen saat memberikan kembalian uang belajaan kita. Itu kan sama saja dengan kita membeli permen mereka. Jika permen jadi alat tukar, mereka juga tidak mau kita kasih permen saat belanja,” kata Riza, baru-baru ini.
Ia menuturkan bila permen hanya merupakan salah satu jajanan meski dengan harga yang cukup murah. Karena itu membayar uang kembalian dengan permen sama artinya mencurangi hak konsumen. Saat pembayar kembalian pakai permen justru konsumen menerima dengan terpaksa atau bukan merupakan keinginannya sendiri.
Bahkan jika penjual tetap ngotot menggunakan permen sebagai alat tukar maka pembeli dapat melaporkannya ke polisi karena melanggar UU No. 8 tahun 1999 mengenai Perlindungan Konsumen. Oleh karena itu, penjual akan terancam dipenjara selama 2 tahun dan membayar denda Rp 5 Miliar.
Selain itu, ada toko modern di Bontang yang ternyata tidak mengembalikan uang kembalian dengan alasan donasi. Menurut Riza, donasi seperti itu harus ada izin dari Dinas Sosial dan Tenaga Kerja (Disosnaker). “Kalau tidak ada izinnya ya tidak boleh alasannya donasi,” ujarnya.
Pihaknya menyayangkan jika ada toko masih menggunakan kembalian dengan permen. Sebab, BI juga sudah mengatakan bahwa uang logam masih berlaku dan beredar di Indonesia dalam jumlah banyak.
“Kalau mereka beralasan tidak ada uang receh (logam) ya tidak masalah yang penting bisa dibuktikan. Tapi kalau mereka tiba-tiba langsung kasih permen buat kembalian, itu yang bisa kena pidana,” ucap Riza.
Riza mempersilakan warga yang merasa dirugikan dengan tindakan swalayan atau toko yang mengembalikan dengan permen mengadu ke Disperindagkop. “Langsung saja ke dinas bagi masyarakat yang menemukan hal tersebut. Jika ada buktinya bisa langsung kami tindaklanjuti,” katanya.
Pelaporan ini bukanlah hal yang berlebihan, karena memang konsumen berhak mendapatkan kembalian berupa uang rupiah. Hal ini biasanya terjadi di toko-toko kecil sampai medium. Hal ini diperlukan untuk mencegah hilangnya nominal tertentu pada uang atau kelangkaan uang padahal Bank Indonesia terus mencetak recehan rupiah ttersebut. (Yn)