JAKARTA, PB - Pemerintah terlihat cemas menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Kegelisahan tersebut tampak saat Presiden Jokowi membuka Rapat Kerja Nasional I Asosiasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Seluruh Indonesia (ADKASI), di Hall C2 Jakarta Internasional Expo Kemayoran, Jakarta.
“Saya kadang-kadang kalau pas ketemu dengan kepala negara, kepala pemerintahan di ASEAN, kalau pas ketemu kelihatannya kita ini kan tetangga satu grup ASEAN, kalau pas foto, fotonya pasti bergandengan seperti ini. Tapi sadarlah kita semuanya bahwa apapun mereka ini adalah pesaing-pesaing kita, kita harus sadar mereka adalah pesaing,” katanya.
Jokowi menilai ASEAN sebagai anomali, persahabatan sekaligus persaingan sengit. Pasalnya kompetisi yang baru ini hanya ASEAN, ASEAN Economi Community, tapi nanti bisa pertarungan itu antar kawasan. Meski Indonesia berada satu grup di ASEAN namun lanjut Presiden Jokowi, mereka adalah pesaing kita.
"Belum kita masuk ke kawasan yang lain. Sekarang sudah ada grup-grup besar, ada ASEAN Economi commmunity, ada TPP, ada RCEP. TPP grupnya Amerika, RCEP grupnya China, ada EU grupnya Uni Eropa. Inilah persaingan yang betul-betul sudah kita jalani sekarang ini, dan akan lebih besar akan kita hadapi,” jelas Presiden Jokowi.
Presiden mengambil contoh peringkat kemudahan berusaha di Indonesia yang masih kalah jauh dibandingkan negara-negara yang lain, bandingkan.
“Mari kita lihat, Singapura nomor 1, Malaysia nomor 18, Thailand nomor 49, kita lihat di layar, Indonesia coba, nomor 109. Mau apa kita? Mau bersaing dengan cara apa kalau nomor urutnya masih sepertii itu. Kita masih 109, Singapura nomor 1, Malaysia 18, Thailand 49, mau apa?,” kata Presiden dengan nada bertanya.
Selain itu, indeks daya saing global kita, lanjut Presiden, juga sama. Kita masih pada posisi keempat di ASEAN, ke- 37 di dunia di global. Karena itu, menurut Presiden, inilah yang harus kita perbaiki ke depan.
Untuk itu, Presiden meminta kepada para pimpinan dan anggota DPRD seluruh Indonesia yang hadir di acara rapat kerja itu, agar kalau membuat Peraturan Daerah (Perda) buatlah yang memberikan kemudahan masyarakat untuk berusaha. Jangan membuat Perda yang membebani. Sebab, kalau membebani justru investasi itu tidak akan masuk.
“Kalau investasi tidak masuk di sebuah daerah artinya perputaran uang di daerah itu juga akan tidak akan bertambah, hanya ketergantungan pada APBD. Kalau tidak ada investasi tidak ada lapangan pekerjaan. Kalau tidak ada lapangan pekerjaan daya beli masyarakat pasti akan anjlok,” tutur Presiden seraya menegaskan, bahwa kuncinya sekarang ini diinvestasi karena daya dukung dari APBN kita itu juga sebetulnya hanya 80 persen dari keseluruhan perputaran uang yang ada.
Pemerintah mengakui telah membatalkan 3.143 Perda yang dinilai tidak ramah terhadap investasi. Presiden meminta kepada legislatif agar tidak usah membuat undang-undang yang terlalu banyak.
“Setahun 40, kalau sudah undang-undangnya keluar apa yang kejadiannya? Pasti pemerintah buat PP, kalau sudah buat PP nanti saya membuat Perpres, kalau saya buatkan Perpres menterinya buatin Permen, ya kan. Waduuuh,” papar Presiden Jokowi yang disambut gelak tawa.
Diakhir pidatonya, Presiden mengingatkan agar pemerintah dapat mengikuti dinamika perubahan dunia yang begitu cepat, detik demi detik berubah terus. Karena itu kita diperlukan regulasi yang fleksibel dan cepat memutuskan. “Produksi undang-undang itu sedikit ndak apa-apa, tapi kualitasnya yang baik. Membuat Perda juga ndak apa sedikit, yang penting kualitasnya yang baik, yang mendongkrak kesejahteraan, yang mendongkrak ekonomi di daerah. Jangan tiap hari memproduksi Perda, Pelaksanaannya yang bingung,” tutup Jokowi. (Yn)