JAKARTA, PB - Penguasaan asing terhadap sektor minyak dalam negeri semakin diperbesar, saat ini saja sebanyak 67% lahan minyak dikuasai asing. Baru-baru ini pemerintah mendorong perusahaan swasta dan asing untuk ikut membangun kilang baru di Indonesia. Pemerintah beralasan sejak era 1970 hingga saat ini tidak pernah lagi membangun kilang baru.
Pemerintah menilai penguasaan oleh PT Pertamina membuat proyek kilang minyak menjadi kurang menarik dan dianggap tidak menguntungkan. Karenanya pemerintah berencana membangun empat kilang baru dengan total kapasitas 668 ribu barel per hari (bph), dengan total investasi diestimasi mencapai US$23,6 miliar dalam 10 tahun, dengan melibatkan perusahaan swasta.
Secara resmi pemerintah telah memberi kesempatan seluas-luasnya kepada swasta asing untuk membangun kilang minyak di dalam negeri terhitung sejak 24 Agustus 2016. Penegasan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 129/PMK.08/2016 tentang Peraturan Menteri Keuangan Nomor 265/PMK.08/2015 tentang Fasilitas Dalam Rangka Penyiapan dan Pelaksanaan Transaksi Proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur, yang diteken Sri Mulyani Indrawati pada 23 Agustus 2016 dan diundangkan sehari setelahnya.
Pada ketentuan sebelumnya, Menteri keuangan melalui Direktur Jenderal Pengelolaan dan Pembiayaan Risiko (DJPPR) hanya bisa memberi penugasan khusus kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tertentu sebagai pelaksana semua proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), tak terkecuali kilang minyak.
Namun, dengan terbitnya PMK tersebut, maka Pertamina tak lagi menjadi eksekutor tunggal proyek kilang minyak pemerintah. Pertamina harus berbagi proyek ke swasta asing berdasarkan restu Menkeu.
Sri Mulyani, dalam PMK Nomor 129/PMK.08/2016 menjelaskan, Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) asing dalam proyek kilang minyak dimungkinkan dalam rangka mendukung ketahanan energi nasional dan menjamin ketersediaan BBM nasional, serta mengurangi ketergantungan impor BBM.
Dia menjamin, perusahaan migas asing yang terlibat dalam proyek kilang minyak nantinya juga berhak atas penggantian biaya pelaksanaan fasilitas kilang sesuai dengan kontrak perjanjian. Dalam hal ini, Menteri Keuangan menunjuk Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
Seperti dilansir cnnindonesia.com, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu dalam beleidnya memberikan dua opsi pembayaran biaya penggantian yang diambil dari Dana Penyiapan Proyek.
Pertama, menteri/kepala daerah/BUMN/BUMD yang bertindak sebagai Penanggung Jwab Proyek Kerjasama (PJPK) menalangi dahulu biaya pelaksanaan fasilitas kepada lembaga asing. Kedua, bisa juga PJPK mendapatkan penggantian biaya (reimbursement) dari Dana Penyiapan Proyek atas biaya yang pembangunan kilang. (Yn)