JAKARTA, PB - Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi faktor kunci dalam menghadapi kompetisi pasar tenaga kerja yang semakin terbuka, khususnya dalam komunitas Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Sayangnya, SDM Indonesia menurut World Competitiveness Report menempati urutan ke-45 atau terendah dari seluruh negara yang diteliti, di bawah Singapura (8), Malaysia (34), Cina (35), Filipina (38), dan Thailand (40).
Baca juga: Pemerintah Cemas Hadapi MEA
Peringkat ini menandaskan bila SDM Indonesia masih sangat jauh tertinggal dalam persaingan global (MEA).Padahal, bonus populasi (demografi) menjadi salah satu manfaat besar yang bisa digunakan sebagai pemilik SDM yang banyak. Namun dalam pengelolaan Sumber Daya Manusia-nya, Indonesia masih sangat jauh tertinggal dengan negara tetangga tersebut.
Peningkatan fasilitas dan kualias pendidikan yang dapat menunjang kemampuan tenaga kerja dalam negeri ini menjadi perhatian besar Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Sejumlah Anggota Komisi X DPR RI baru-baru ini melakukan kunjungan kerja spesifik ke sejumlah SMK di Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat (9/09/2016) dalam rangka meninjau pendidikan vokasi.
Para anggota Komisi X DPR Ri tersebut meninjau langsung ke 4 sekolah kejuruan yang menjadi percontohan, yakni SMKN 2 Bandung, SMK Negeri 9 Bandung, SMK Negeri 13 Bandung dan SMK Igasar Pindad. Dikatakan Anggota Komisi X DPR Dadang Rusdiana, bahwa bangku pendidikan formal menjadi salah satu sarana efektif untuk mendukung kompetensi tenaga kerja domestik.
“Tentunya, mengenai peningkatan daya saing, pada dasarnya kita sedang berbicara bagaimana membuat strategi pendidikan formal yang mampu memberikan bekal yang memadai bagi output pendidikan berupa integritas, kecerdasan dan kecakapan dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dalam meningkatkan produktivitas nasional yang berkualitas,” tegas Dadang.
Menurutnya, pengembangan SMK harus mendapat perhatian kebijakan dan penanganan yang serius dalam berbagai aspeknya seperti persoalan ketersediaan guru produktif, sumber daya anggaran, sarana prasarana, kurikulum dan hal pendukung lainnya. Penyelenggaraan SMK pun tidak lepas pula dari ketersediaan dana yang memadai agar sekolah bisa menyelenggarakan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dan praktek yang sejalan dengan tuntutan pasar kerja.
“Sehingga, harus ada pembedaan yang mendasar terkait Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Program Indonesia Pintar ataupun yang lainnya, antara SMA dengan SMK. Selain faktor biaya operasional SMK yang lebih mahal dibandingkan SMA, juga karena materi praktek di SMK porsinya lebih besar. Tentunya kebijakan insentif ini dibutuhkan untuk memotivasi anak-anak Indonesia memasuki SMK,” imbuh Dadang.
Tentunya, kata politisi asal dapil Jawa Barat itu lebih lanjut, dengan peningkatan bantuan operasional, maupun pengadaan alat praktek yang relevan dengan tuntutan riil dunia kerja, serta profesionalitas guru yang tetap terjaga, maka diharapkan lulusan SMK ini sudah siap pakai di dunia kerja sebagaimana tujuan pendidikan vokasi.
“Ini untuk menjawab fakta yang merupakan kritik atas penyelenggaraan pendidikan SMK di Tanah Air, yang dikatakan bahwa pengangguran lulusan SMK lebih banyak dibandingkan dengan lulusan SMA,” tutup Dadang seperti dilansir dpr.go.id.
Para anggota Komisi X lainnya yang ikut serta dalam kunjungan tersebut, yakni Nuroji (F-Gerindra), Puti Guntur Soekarno (F-PDI Perjuangan), Popong Otje Djundjunan (F-PG), Dedi Wahidi (F-PKB), Sohibul Iman (F-PKS), dan Dony Ahmad Munir (F-PPP). Kesemunya sepakat agar Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia perlu mendapat perhatian dengan seksama agar mampu bersaing dan mengungguli negara-negara lain di ASEAN. (Tina Indani)