JAKARTA, PB - Pendidikan vokasi di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang memberikan pendidikan dan penguasaan keahlian terapan tertentu dinilai masih kalah bersaing bila dibandingkan negara-negara lainnya. Padahal, pendidikan vokasi diharapkan menjadi kunci peningkatan daya saing Sumber Daya Manusia (SDM).
Hal ini disampaikan Wakil Ketua Komisi X DPR Sutan Adil Hendra saat melakukan kunjungan kerja spesifik Komisi X DPR ke Surabaya, Jawa Timur, baru-baru ini. Ia mengatakan kebutuhan tenaga terampil siap pakai yang bisa bersaing dalam era pasar bebas regional ASEAN atau MEA, bahkan tingkat dunia sangat tergantung dari keseriusan mengembangkan SMK pada saat ini.
“Kalau kita lihat postur anggaran pendidikan Malaysia dan Thailand dalam 3 atau 4 tahun belakangan memperlihatkan porsi yang besar untuk sekolah berbasis keterampilan seperti SMK di Indonesia,” jelas Sutan.
Menurut politisi Fraksi Gerindra itu, hal itu menunjukkan kedua negara itu mempersiapkan diri untuk tampil sebagai pemenang dalam MEA. Bahkan di Thailand, dipadukan dengan program satu desa satu produknya, jadi ada sinergi antara industri desa dan sekolah kejuruan.
“Maka tak heran untuk beberapa bidang industri Thailand merajai dunia dengan tenaga terampilnya, seperti industri kemasan buah olahan, negara Eropa dan Amerika pun memakai SDM mereka sebagai tenaga ahli,” imbuh Sutan.
Disisi lain, sekolah vokasi saat ini menjadi andalan untuk mengurangi tingkat pengangguran dan menyiapkan lulusannya sebagai tenaga kerja terampil. “Sekolah-sekolah vokasi diperdayakan, sehingga diharapkan dapat mengurangi tingkat pengangguran dan memaksimalkan kompetensi anak-anak bangsa,” kata Sutan.
Dalam kesempatan itu, Komisi X juga menyalurkan dana bantuan kepada 700 SMK di Jawa Timur. Sebagaimana diketahui, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memberikan dana Rp 364 miliar untuk peningkatan pendidikan vokasi atau SMK di Jatim. Anggaran yang difokuskan untuk sarana dan prasarana di SMK itu bertujuan mendorong penguatan vokasi di Indonesia.
Terkait lemahnya kualitas pendidikan vokasi nasional diakui Kepala Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) Sumarna F Abdurrahman. Secara terpisah ia mencontohkan, negara Eropa yang memberi banyak ruang kesempatan pada pendidikan vokasi.
"Karena selama ini banyak yang diajarkan tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Jerman dan Australia misalnya konsentrasi di vokasi," katanya.
Karena itu, Presiden Joko Widodo sudah menerbitkan instruksi presiden (Inpres) tentang revitalisasi vokasi, SMK dan akademik komunitas. Hal ini untuk menunjang peningkatan Kualitas tenaga kerja Sumber Daya Manusia (SDM) dalam negeri harus mampu bersaing dengan tenaga kerja asing dalam era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Sumarna menjelaskan, saat ini sekolah kejuruan seperti vokasi dan SMK justru lebih terampil dan siap menyambut era global. Sertifikasi tenaga kerja dilakukan untuk memastikan kualitas dan kredibilitas agar mampu bersaing di ASEAN. Sumarna menjelaskan hal ini sebagai koordinasi tiga pilar antara BNSP, pemerintah, dan dunia pendidikan.
"Inpres tersebut diimplementasikan salah satunya dengan sertifikasi ini. Dengan sertifikasi, fungsinya dua yakni berikan akses nantinya peluang bagi tenaga kerja kita. Selain itu sertifikasi dapat mewujudkan penyetaraan kompetensi sebagai parameter," jelas Sumarna.
Sebelumnya, Kementerian Pendidikan Nasional telah merencanakan agar perbandingan jumlah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) diharapkan lebih banyak dibandingkan dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Melalui sekolah vokasi ini maka SDM Indonesia Perlu Perhatian menjadi prioritas. (Rinjani Wirdania)