JAKARTA, PB - Meski sudah tiga kali mencanangkan swasembada daging yakni pada tahun 2005, lalu 2010 kemudian 2014, pemerintah kembali mengibarkan bendera kecukupan daging dalam negeri pada tahun 2019. Bahkan pemerintah telah menyiapkan beberapa langkah untuk menembus target tersebut.
Saat Rakernas Pembangunan Pertanian 2015-2019, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH), Kementerian Pertanian, Syukur Iwantoro mengemukakan berbagai langkah persiapan sudah dan terus dilakukan pemerintah untuk dapat mencapai swasembada daging sapi/kerbau.
Misalnya, produksi semen beku untuk mendukung kegiatan inseminasi buatan (IB) pada ternak sapi telah diupayakan ditingkatkan. Sejak tahun 2012 Indonesia berhasil swasembada semen beku dan mengekspor ke berbagai negara.
Sedangkan pada tahun 2013 swasembada sapi pejantan penghasil semen beku (bull) juga telah dapat dicapai. Pencapaian swasembada bull ini menurut Syukur, tentu menguntungkan karena pemerintah tak perlu lagi mendatangkan bull impor. Dengan demikian dapat menghemat pengeluaran negara, mengingat harga bull di pasar internasional cukup tinggi.
Bagaimana rencana tahun 2015? Syukur menjelaskan, pemerintah akan memprioritaskan dua kegiatan menyangkut bidang pembibitan dan penggemukan sapi. Di bidang pembibitan akan dilakukan percepatan peningkatan populasi melalui kegiatan IB dan gertak birahi. Untuk keperluan ini dipersiapkan anggaran sebesar Rp 500 miliar dan pelaksanaannya dipusatkan di 27 provinsi. Melalui langkah ini ditargetkan bisa diperoleh kelahiran 1,5 juta ekor sapi.
Di bidang penggemukan, ungkap Syukur, akan dilakukan peningkatan produksi daging sapi melalui penyaluran bantuan pakan bagi 16.000 ekor ternak sapi potong yang akan digemukkan. Dengan bantuan ini diharapkan bisa dicapai pertambahan berat badan harian (PBBH) 1 kg/ekor/hari dan pertambahan produksi daging 1.920 ton. Untuk kegiatan ini disiapkan anggaran sebesar Rp 111 miliar dan pelaksanaannya dipusatkan di 12 provinsi.
Apapun nanti yang akan dilakukan tahun 2015, menurut Dirjen PKH, swasembada daging akan sulit bisa cepat dicapai apabila tak ada dukungan dari institusi terkait. Dalam hal fasilitasi sarana prasarana transportasi dan distribusi ternak, misalnya diperlukan dukungan dari Kementerian Perhubungan dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Dalam hal kebijakan impor yang mendorong daya saing peternak lokal, Syukur berharap ada dukungan dari Kementerian Perdagangan. Sementara menyangkut regulasi tata ruang bidang peternakan dan kawasan peternakan dukungan diharapkan dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang.
“Satu lagi yang menurut kami penting adalah terkait larangan pemotongan sapi betina produktif kami berharap dukungan dari Kementerian Dalam Negeri,” ujarnya. Sejauh ini Syukur menyesalkan, dukungan dari pemerintah daerah berupa perda pelarangan pemotongan sapi betina produktif sangat terbatas. Hingga kini baru dua provinsi yang mengeluarkan perda yakni Jawa Timur dan Bengkulu.
Tidak adanya perda pelarangan pemotongan sapi betina produktif menurut Syukur, menimbulkan praktek pemotongan ternak betina produktif terus terjadi. Padahal jika hal ini dibiarkan, maka berpotensi mengganggu proses perkembangbiakan ternak. Pada akhirnya menghambat peningkatan populasi ternak serta produksi daging sapi di dalam negeri.
Tahun 2015 diperkirakan total kebutuhan daging mencapai 454 ribu ton. Sekitar 410 ribu ton atau 90 persen sudah dapat dipenuhi dari produksi lokal. “Jadi pada Desember 2015 diperkirakan impor daging hanya diperlukan 9,8 persen atau setara 45,3 ribu ton,” katanya. (AS)