Bob Marley, yang lahir 6 Februari 1945, adalah legenda musik reggae. Pemilik nama lengkap Robert Nesta Marley ini mendapat julukan “Raja Reggae”. Tak pelak lagi, meski fisiknya sudah kembali ke tanah sejak 35 tahun lalu, namanya tetap melegenda hingga kini.
Tetapi Bob Marley bukan hanya legenda reggae, dia juga seorang revolusioner. Dia menggunakan reggae sebagai senjata perlawanannya terhadap ketidakadilan, rasialisme, kemiskinan, kolonialisme hingga imperialisme.
Berikut ini 10 lagu karya Bob Marley yang paling menyuarakan perlawanan:
#1 “Get Up, Stand Up”
Dengan liriknya, “Get up, stand up, stand up for your rights”, lagu ini menjadi semacam manifesto perlawanan Bob Marley. Lagu yang diciptakan bersama oleh Bob Marley dan Peter Tosh pada tahun 1973 ini merupakan seruan perlawanan.
Sejatinya, lagu ini bukan hanya panggilan bagi rakyat kulit hitam untuk melawan rasisme, tetapi juga seruan kepada rakyat tertindas di mana saja untuk bangkit merebut hak-haknya. Sekarang ini lagu “Get Up, Stand Up” menjadi lagu kebangsaan bagi aktivis maupun organisasi yang memperjuangkan hak-hak kaum marjinal.
#2 “Redemption Song”
Lagu “Redemption Song” adalah salah satu masterpiece Bob Marley jelang tutup usia. Lagu ini dibuat tahun 1980, sedangkan Bob meninggal dunia tahun 1981.
Sebagian lirik lagu ini diambil dari pidato Bapak pembebasan Afrika, Marcus Garvey: “Emancipate yourselves from mental slavery/ None but ourselves can free our mind.” Itu seruan Garvey untuk rakyat Afrika, agar mereka membebaskan diri dari segala bentuk belenggu perbudakan. Tidak hanya secara fisik, tetapi juga mentalitas.
Lagu ini sarat perlawanan. Sampai-sampai Bono, vokalis U2, mengaku sering membawakan lagu ini saat bertemu dengan politikus, Perdana Menteri atau Presiden. “Lagu ini mengingatkan bahwa setiap perjuangan kebebasan membutuhkan pengorbanan,” kata Bono.
#3 “War”
Lagu “War” muncul di album Rastaman Vibration tahun 1976. Lagu-lagu ini benar-benar filosofis dan politis. Tidak hanya itu, lagu ini terang-terangan menembak langsung diskriminasi rasial, kolonialisme dan imperialisme.
Sebagian lirik lagu ini diambil dari pidato pemimpin Ethiopia, Haile Selassie, di Sidang Umum PBB tahun 1963. Saat itu Haile Selassie mengutuk agresi Italia terhadap negerinya. Dalam banyak hal, Bob memang mengagumi pemimpin Ethiopia itu.
Bait pertama langsung melabrak superioritas ras, yang membuat dunia terbagi antara bangsa superior dan bangsa inferior. Lagu ini juga mengutuk rezim-rezim boneka yang memperbudak sebangsanya di Angola dan Mozambik–keduanya di bawah penjajahan Portugis.
#4 “Africa Unite”
Bob Marley sangat dipengaruhi Garvey. Termasuk visi Garvey tentang persatuan Afrika melawan rasialisme, kolonialisme dan imperialisme. Garvey selalu berseru: “Afrika untuk Afrika”.
Di lagu “Africa Unite”, yang muncul di album Survival tahun 1979, Bob terang-terang menyokong Pan-Afrikanisme. Bob menyakini, pembebasan penuh rakyat Afrika hanya mungkin kalau seluruh benua Afrika terbebaskan dari kaum babylon (penindas).
Di tahun yang sama, dia membuat lagu berjudul Zimbabwe. Lagu ini merupakan dukungan terhadap perjuangan rakyat rakyat Zimbabwe, yang dipimpin oleh Robert Mugabe, melawan rezim rasialis Rhodesian. Di tahun 1980, saat perayaan kemerdekaan Zimbabwe, Bob tampil menyanyi di hadapan 80 ribu orang.
#5 “Them Belly Full (But We Hungry)”
Ini lagu yang mengutuk ketimpangan dan kemiskinan. “Perut mereka penuh, sementara kami lapar. Massa yang lapar adalah massa yang marah,” demikian lirik lagu itu.
Di lagu ini juga ada sindiran: “Forget your troubles and dance!” Seolah-olah Bob mau bilang, dansa adalah jalan pintas untuk melarikan diri dari persoalan kemiskinan. Tentu tidak sepenuh benar. Tetapi banyak orang miskin mencoba melupakan penderitaan yang melilit tubuhnya sesaat dengan mencari hiburan.
#6 “Revolution”
Lagu ini lahir di tengah situasi politik Jamaika yang memanas akibat antara Partai Rakyat Nasional (PNP) yang nasionalis-progressif versus Partai Buruh Jamaika (JLP) yang konservatif. PNP dipimpin oleh Michael Manley. Partai ini menjanjikan redistribusi kekayaan dan mengangkat derajat ekonomi dan martabat kelas sosial paling bawah.
Tetapi upaha PNP dihadang oleh JLP di bawah pimpinan Edward Seaga, yang dibelakagnya adalah AS dan CIA. Meski tidak mendukung langsung, tetapi Bob bersimpati pada perjuangan PNP. Dia turut menyanyi di konser musik yang dihelat oleh PNP.
Lagu “Revolution” adalah ekspresi kemarahan Bob atas situasi itu. Dia terang-terangan menyerukan revolusi sebagai jalan keluar atas berbagai persoalan yang melilit rakyat Jamaika.
#7 “Crazy Baldhead”
Lagu ini merupakan ungkapan kemarahan Bob Marley terhadap merajalelalanya kekerasan berbau rasial yang dilakukan oleh kelompok Skinhead dan fasis.
Lagu ini juga berisi sindiran: “Anda membangun penjara, kami membangun sekolah/ sekolah cuci otakmu membodohi kami/ kebencian adalah hadiahmu atas cinta kami.”
#8 “I Shot The Sheriff”
Lagu “I shot the Sheriff” dibuat tahun 1973. Tetapi ada dua versi tentang maksud lagu ini. Versi pertama bilang, lagu ini merupakan bentuk protes Bob terhadap perlakuan yang diterima kulit hitam setiap berhadapan dengan polisi.
Sementara versi kedua disampaikan oleh bekas pacar Bob Marley, Esther Anderson, yang menyebut lagu ini soal penentangan Bob terhadap kebijakan kontrol populasi. Menurutnya, kata “Sheriff” sebetulnya adalah kata ganti “dokter”.
#9 “Burning and Looting”
Lagu ini bicara tentang kemarahan rakyat yang berujung pada kerusuhan. Ada pembakaran dan penjarahan. Bob sangat tahu kerusuhan bukan sesuatu yang spontan. Dia selalu punya akar sosial-ekonomi.
Namun, dia menyayangkan biaya sosial yang harus ditanggung akibat kerusuhan massa. Seperti dalam lirik lagu ini: We gonna be burning and a-looting tonight; (To survive, yeah!)/ Burning and a-looting tonight; (Save your baby lives).
Mungkin lagu ini pas untuk mereflesikan sejumlah kasus kerusuhan di Amerika Serikat baru-baru ini, yang didorong oleh ketidakadilan ekonomi dan diskriminasi rasial.
#10 “Buffalo Soldier”
Lagu ini berkisah tentang orang-orang Afrika yang diculik di kampung halamannya, diangkut ke Amerika, dan dipaksa ikut berperang bersama Amerika. Bob menyebut perang mereka sebagai “perang untuk bertahan hidup”.
Orang-orang Afrika ini dipakai dalam “Perang Indian” tahun 1866. Ini adalah perang kolonialis Eropa untuk menumpas habis masyarakat asli benua Amerika, yakni orang Indian.
Itu perang yang tragis bagi orang Afrika. Sebab, mereka dipaksa memerangi bangsa yang hampir senasib dengan bangsa mereka. [Mahesa Danu/Berdikari Online]